Kamis, 23 Oktober 2014

Indah bersama Mu



Angin yang menyentuh ku begitu sejuk
Udara yang menyapa ku begitu segar
Senyuman sang fajar seakan memberi pertanda
Kau Sang Pencipta tak pernah luput dari kehidupan

Sekalipun aku sendiri dalam dunia fana
Kau tetap menemani dengan kehangatan cinta
Ya,,, Sang khalik Langit yang ku puja
Sosok Mu mendamaikan jiwa dari kedahagaan

Keindahan hidupku tak pernah pudar
Kau selalu mengaliri kesejukan air dalam hati
Kedekatan ku dengan Mu memberikan ketentraman
Ya,, Sang Pembawa damai yang ku agungkan
Betapa kehidupan ini indah saat bersama mu..

Aku bahkan tak bisa diamkan tentang kasih Mu
Tak bisa membisukan tentang kuasa Mu
Tiada hentinya hati ku bersyukur untuk Mu
Hanya Kau yang mampu pulihkan jiwa ku

Ya,, Sang penerang kehidupan yang ku cinta
Segalanya kau lukiskan dengan keindahan
Dan aku sangat mengagumi Mu
Allah ku betapa Indah bersama Mu..

                                                                        30 mei 2014

Senin, 20 Oktober 2014

DOKTRIN TRINITATIS



Metodologi Ontologi (kebenaran – kebenaran akaliah)
( Keanekaragaman Ide Tentang Trinitasi dalam Gereja Abad 1-4, Hasil Konsili dan Implementasiya dalam Gereja)
I.                   PENDAHULUAN
Allah Tritunggal adalah ajaran yan sangat unik dalam ajaran kekristenan. Doktrin ini merupakan suatu konsep yang tidak akan ditemukan diajaran agama – agama lainnya. Ajaran ini merupakan suatu ajaran yang tidak dapat dihindari manusia karena Allah telah menyatakan diri-Nya dan bahkan memperkenalkan diri-Nya melalui setiap kuasa Allah. Dan kuasa itu diberikan Allah melalui tiga pribadi-Nya yang memiliki hakekat yang sama. Untuk itulah doktrin Tritunggal sangat perlu dipahami oleh setiap manusia, agarr pengertian Tritunggal tidak disalah artikan dan keesaan-Nya tetap terjaga. Maka dari itu saya akan mencoba mengupas bagaimana sebenarnya pengertian Allah Tritunggal itu,  dan bagaimana pula keanekaragaman ide trinitas dalam gereja abad 1-4 mengenai Tritunggal. Dan saya juga akan  mengajak anda untuk mengupas setiap hasil konsili  dan implementasinya dalam Gereja. Semoga pembahasan doktrin Trinitatis ini dapat membantu kita untuk memahami tentang Allah Tritunggal.
II.                PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Metodologi Ontologi
Ontologis ialah belajar dari penyatuan ide-ide pemahaman tradisional, ide-ide itu telah menjadi pemahaman dan perumusan bersama. Ontologis adalah hasil pemikiran manusia, bagaimana pengungkapan manusia bertolak dari yang dia alami dan rasakan. Ontologis juga merupakan ungkapan-ungkapan yang bersifat ilmiah. Namun, sekalipun ilmiah tetap bertitik tolak terhadap kitab suci. Metodologi ialah pengetahuan tentang metode yang dipakai dalam ilmu pengetahuan, atau cara yang teratur dan terpikir dengan baik untuk mencapai maksud.[1]
2.2  Pengertian Trinitatis
Kata Trinias dalam bahasa inggris disebut trinity atau trinitas dalam bahasa Indonesia disebut Tritunggal, mengandung arti Tiga pribadi dalam satu kesatuan, bahasa Belanda disebut Drienhaid. Trinitas merupakan Doktrin Kristen mengena ketritunggalan Allah. Trinitas merupakan pernyataan Allah tentang diri-Nya sebagai Bapa, Anak, Roh Kudus.[2] Tritulianus adalah yang pertama kali mengungkapkan istilah Trinitas untuk merumuskan tentang kepercayaan terhadap Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Pengertian Trinitas menyatakan Allah yang Esa sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus semuanya adalah Allah meskipun dibedakan secara tersendiri. Istilah ini memang tidak didapati dalam Alkitab, namun digunakan dalam Gereja.[3]
 Istilah Trinitatis adalah ungkapan iman yang dibahasakan sesuai dengan analisa berfikir manusia pada saat itu dengan maksud menjelaskan keberadaan Allah yang tidak kelihatan agar menjadi konkrit didalam berbagai perbuatan-Nya.  Maka perlu disadari bahwa Trinitas lahir dari pola pikiran, analisa teologis, dan pandangan zaman serta kondisi tertentu. Doktrin Trinitatis termasuk dalam doktrin Monotheisme yang hanya percaya kepada satu Allah yang Maha Esa yang mempunyai tiga pribadi yaitu: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dan ketiga pribadi ini memiliki satu hakekat  Ilahi. Artiya mereka adalah satu hakekat namun dalam tiga substansi yaitu Bapa (Allah yang bersemayam diatas kita), Anak (menyertai manusia), Roh Kudus (yang bekerja dalam diri kita). Ketiga pribadi ini dibedakan melalui karya yang dilakukan oleh Bapa, Anak, Roh Kudus.[4] Pribadi pertama adalah Allah Bapa, pribadi kedua Allah Anak, dan pribadi ketiga adalah Allah Roh Kudus. Tiga pribadi itu mempunyai sifat dasar atau esensi yang sama, yaitu  Allah. Dan ketiga pribadi itu adalah satu Allah.[5]


2.3  Latar Belakang Perumusan Trinitastis
Gereja dapat memberikan ungkapan intelektual yang terang terhadap  imannya sendiri. Abad pertama sejarah gereja menghadapi pergumulan untuk merumuskan kepercayaan tentang Tuhan Allah. Persoalan – persoalan itu menyangkut pengakuan yang diambil alih dari ajaran Yahudi yang mengakui bahwa Allah adalah Esa dan pengakuan bahwa Yesus itu adalah Tuhan. Muncullah pertanyaan apakah Agama Kristen  menyembah Allah lebih dari satu (poltheisme)? Untuk itulah Gereja tetap mempertahankan monotheismenya (menyembah hanya satu Allah), disatu pihak berusaha untuk menghindarkan diri dari bahaya mempertahankan keeesaan Allah dengan melepaskan ketritunggalanNya. Dan dipihak lain bahaya mempertahankan ketritunggalan dengan melepaskan keesaan-Nya. Pada abad ke-tiga muncullah ajaran yang mempertahankan keesaan Allah , bahwa Allah adalah esa, Bapa, Anak, Roh Kudus adalah cara menampakkan diri Tuhan Allah yang esa itu.[6]
Istilah Trinitatis sebenarnya lahir dari pola analisa teologis, pengaruh budaya, pandangan hidup dan kondisi tertentu. Trinitatis ini merupakan ungkapan iman yang dibahas sesuai dengan analisa berpikir manusia. Namun tetap dibawah naunangan Allah. Karena Trinitatis berasal dari Allah. Maksudnya untuk menjelaskan keberadaan Allah yang tidak kelihatan agar menjadi konkrit didalam berbagai perbuatannya. Tujuan pebemberian istilah ini ialah agar keberadaan Allah dapat menjadi communicable – dapat dikomunikasikan kepada manusia, sehingga lebih mudah memahami, mengenal, dan percaya kepada Allah.[7]
2.4  Pengertian Konsili dan Implementasi
Implementasi ialah pelaksanaan atau penerapan yang ada didalam Gereja. Konsili berasal dari bahasa latin yaitu Concillium, yang artinya rapat.[8] Menurut F.D Wellem dalam bukunya Kamus Besar Sejarah Gereja Konsili adalah sidang resmi para uskup dan wakil beberapa gereja yang diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau disiplin Gereja.[9]
2.5  Keanekaragaman ide tentang Trinitatis dalam gereja abad I-IV
Rumusan Allah Trinitatis lahir pada waktu tertentu, oleh orang percaya pada konteks dan pola pikir. Gereja memakai kitab suci, dan secara otomatis Gereja gereja mengakui Yahwe sebagai Allah yang Esa (ul. 6:4). Gereja cenderung membela dan memperthankan sifat dan keberdaan Allah melalui konsep Allah trinitatis. Pembelaannya dinyatakan dengan menguraikan makna Trinitatis. Allah itu esa, melalui tiga penampakan tetapi hakekatnya ia adalah esa dan satu. Dalam menanggapi masalah tentang keberadaan Trinitatis, ada dua sikap para teolog dalam memamahami memahami doktrin Trinitatis, yaitu:
1.      Menganggap doktrin Allah Trinitatis itu sebagai misteri, dan tidak dapat dianalisa secara logika, yang hanya dapat menerimanya didalam iman.
2.      Memhami doktrin Allah Trinitatis sebagai kesaksian iman yang diekspresikan sesuai dengan analisa berikir orang percaya secara konstruktif tentang sifat, sikap dan tindakan Allah.[10]
Maka timbullah ide-ide tentang Trinitatis dari berbagai pendapat, adapun ide-ide itu ialah:
1.      Abad I
a.      Ignatius
Lahir kira-kira pada tahun 35. Sebelumnya ia adalah seorang kafir yang menganiaya orang Kristen. Namun ia bertobat dan menjadi Kristen. Ia adalah uskup di Antiokhia, murid rasul Yohannes. Ajarannya berbau ortodoks, ia melawan ajaran-ajaran sesat. Ia mengungkapakan bahwa Yesus sungguh-sungguh Anak Allah dan mati untuk sumber kehidupan orang percaya. Ia membela keesaan geraja. Keesaan gereja didasarkan pada keesaan antara Allah dengan Yesus kristus.
2.      Abad II

a.      Irenaeus (115-125)
Tokoh ini diduga lahir pada tahun 115 M – 125. Salah satu tokoh penting dalam gereja timur.[11] Ia adalah seorang murid Polikarpus uskup Smirna yang juga adalah murid Yohannes uskup kota Lyon (Perancis Selatan). Pendapatnya mengenai Trinitatis ialah bahwa Allah dalam pernyataan-Nya (ditampilkan) sebagai satu dan selalu sesuai dengan hakekat keberadaan dan kekuasaan-Nya.

b.      Tertullianus (120 - 225)
Seorang yang berpengaruh besar dlam perumusan ajaran Tritunggal. Daripadanya lah substansi atau zat dan persona atau prbadi dikenakan kepada ajaran Tritunggal. Ia merumuskan, bahwa Tuhan Allah adalah satu didalam substansinya atau zatNya dan tiga didalam personaNya atau pribadiNya atau oknumNya.
Tertullianus mengajarkan bahwa Tuhan Allah memiliki akal dan budi. Budi itu dilahirkan didalam firman atau logos yang disebut Anak.  Mula – mula Roh Kudus adalah satu dengan firman Allah, tidak terpisah daripada Firman atau logos sampai firman menjadi manusia dan menderita sengsara. Setelah Kristus ditinggikan, Roh itu keluar daripada Bapa dan Anak. Bapa, Anak, dan Roh Kudus memiliki satu substansi, sedang mereka adalah tiga persona atau pribadi atau oknum.
c.       Yustinus Martyr (pertengahan Abad kedua)
Tokoh ini melemahkan tuduhan kaum kafir yang menuduh bahwa orang Kristen adalah Ateis. Yustinus memelihara Monotheisme dalam kekristenan. Menurut pendapatnya, logos berfungsi sebagai alat Bapa dalam penciptaan dan pemeliharaan. Logos menyatakan kebenaran kepada manusia. Yustinus berpendapat bahwa Logos adalah keturuna Allah dan Anak Allah yang unik dan tunggal. Namun dilain pihak Yustinus menjelaskan bahwa Ia berbeda dengan Allah dan tidak sama hakekatnya. Ia memang ada sebelum penciptaan tetapi ia tidak ada secara kekal. Disatu pihak yustinus menguraikan bahwa Roh Kudus adalah satu pribadi yang sama dengan logos dan merupakan buah sulung dari Allah. Tetapi, pribadinya berbeda dan tingkatannya lebih rendah dari pada firman (adanya pemikiran subordinatif).
d.      Eusebeus
Ia menyatakan tentang kelahiran yang kekal dari Allah Anak, dilahirkan dari Bapa dan diperanakkan. Substansi Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, dilahirkan bukan diciptaka dan berasal dari satu substansi dengan Bapa. Ia juga berpendapat bahwa Yesus adalah yang menjelma demi keselamatan kita, menderita, bangkit pada hari ketiga, naik kesorga dan akan datang menghakimi yang hidup dan yang mati, dan didalam Roh Kudus.
e.       Tatianus
Lahir kira-kira pada tahun 110-120. Ia menjadi Kristen ketika ia berkenalan dengan Yustinus Martyr. Ia terpengaruh oleh ajaran Genostik. Ia menyatakan bahwa orang Kristen menyembah Allah dan ahany takut kepadaNya saja. Allah tidak dpat dilihat dengan mata manusia. Allah tidak mempunyai permulaan dan ia sendiri adalah permulaan segala sesuatu. Allah itu Roh yang menciptakan segala sesuatu bagi manusia. Tatianus juga mengungkapkan tentang kejatuhan manusia kedalam dosa, kebangkitan orang mati dan penghukuman. Ia memiliki kepercayaan yang teguh terhadap Allah. Ia salah seorang yang terkemuka dan meninggal kira-kira tahun 172.
f.       Valentinus
Valentinus menempuh pendidikannya di Aleksandria pada abad ke-II. Mulanya ia menyebarkan ajaran Gnostik di Aleksandria lalu pindah ke Roma. Ia menyatakan bahwa ia menerima wahyu dari logos dan memperoleh banyak penglihatan. Valentinus mengajarkan bahwa pada mulanya, sebelum adanya waktu, terdapat satu Aion yang disebut Butos yaitu kedalaman yang disebut juga permulaan Bapa yang pertama. Butos tidak dapat disebut namanya, tidak dapat dilihat dan tempat kediamannya sangat tinggi, kekal dan sempurna. Bersama Butos ada aion yang lain, yaitu Ennonia (pikiran) yang disebut anugerah. Dan membentuk pasangan “aion” yang pertama diberi nama monogenes (Anak Tunggal) dan kedua Aletheia (kebenaran). Dan aion-aion itu memiliki derajat yang bertingkat-tingkat, yang makin dekat dengan Butos ia semakin sempurna.  Valentinus juga mengajarkan bahwa, ketika Yesus dibaptis Kristus turun kepadaNya. Dan ketika Yesus disalibkan Kristus itu meninggalkaNya sehingga Kristus tidak menderita. Dan yang menderita adalah manusia jiwani itu sendiri.
3.      Abad III
a.      Origenes (215 - 254)
Menurutnya Tuhan adalah satu atau esa, sebagai lawan dari segala yang banyak. Tuhan menjadi sebab segala sesuatu yang berada. Dengan perantara logos atau firman, Tuhan Allah, yang Roh adanya itu, berhubungan dengan dunia benda. Logos berdiri sendiri sebagai suatu zat, yang memiliki kesadaran ilahi dan asas-asa duniawi. Ia adalah gambaran Allah yang sempurna dank arena kekuasaan kehendak ilahi ia terus menerus dilahirkan dari zat ilahi. Ia memiliki tabiat yang sama dengan Allah, tetapi Ia lebih rendah daripada Allah. Ia pangkat kedua di dalam zat Allah. Ia adalah pelaksana kehendak Allah dan melaksanakan instruksi Allah.
Roh Kudus dianggap juga sebagai zat yang ada pada Allah, yaitu pangkat ketiga. Roh Kudus adanya karena Anak. Hubunganya dengan Anak sama dengan hubunganya dengan Bapa dan bidang kerja-Nya lebih sempit disbanding dengan kerja Anak. Bapa adalah asas perbedaan segala sesuatu, sedang Anak dan Roh Kudus dipertahankan, akan tetapi kesatuannya ditiadakan.
Ketritunggalan Allah disini dipandang sebagai pangkat-pangkat. Ajaran ini disebut subordinasianisme. Disini perbedaan diantara Bapa, Anak, dan Roh Kudus dipertahankan, tetapi kesatuannya ditiadakan.
b.      Praxeas
Seorang tokoh dari Roma, yang mengajarkan bahawa tuhan Allah adalah Roh yang disebut Bapa. Bapa disini mengenakan daging tau menjadi manusia yang disebut Anak. Didalam diri Kritus, Bapa dan Anak menjadi satu. Dengan arti Sang manusia Yesus disebut Anak dan Rohnya ialah Bapa. Anak menderita dan sengsara, Allah Bapa yang roh adanya tidak dapat menderita. Tetapi oleh karena Allah Bapa telah memasuki daging (Kristus memasuki Yesus) Ia turut menderita juga (Ajaran ini disebut Patripassianisme, artinya bahwa bapa turut menderita sengsara). Praxeas membedakan antara daging (Anak ) dan Roh (Bapa) di dalam diri Tuhan yesus Kristus. Menurut Praxeas, Bapa dan Anak (Roh dan daging atau Kristus dan Yesus) adalah Pribadi yang satu, yaitu Allah.
Praxeas memperthankan Keesaan Allah, Tuhan Allah adalah satu. Bapa dan Anak adalah satu Pribadi, yaitu Pribadi Tuhan Allah. Tetapi Prazeas melepaskan ketritunggalan, malah menjadi kedwitunggalan. Sebutan Bapa dan Anak tidak menunjukkan perbedaan, kecuali sebagai Roh dan daging didalam diri Juru Selamat Yesus Kristus (ajaran ini ditolak Gereja).
c.       Athanasius
Seorang tokoh pada abad ke-III yang dengan gigih membela eksistensi Trinitas dalam kebenaran dan kenyataan. Ditegaskannya, bahwa Sabda (Anak) tidak pernah diciptakan, namun berasal dan sehakekat dengan Bapa. Bapa dan Anak memiliki koordrat yang sama dan kekal sifatnya dan Roh kudus tidak juga menjadi ciptaan, tetapi, Roh Kudus adalah Allah.[12]
d.      Sabelius (215)
Ia mengajarkan, bahwa Tuhan Allah adalah esa. Bapa, Anak dan Roh kudus adalah modalitas atau cara menampakkan diri Tuhan Allah yang esa itu. Menurut Sabelius, Allah Bapa diumpamakan dengan matahari dalam penampakannya, Allah ana adalah matahari dalam sinarnya dan Allah Rohkudus adalah matahari dalam kekutan menyinarkan panas. Ketritunggalan disini dipandang sebagai ketritunggalan penampakan yang berganti-ganti atau bergiliran. Demikianlah Sabelius juga mempertahankan keesaan Tuhan Allah , tetapi ketritunggalannya dilepaskan. Bapa, Anak, Roh Kudus hanya sebutan saja bagi Allah yang satu itu.
e.       Paulus dari Samosata (260)
Menurutnya, Tuhan Allah hanya dipandang sebagai satu pribadi saja. Tetapi, dalam dir Allah dibedakan antara Logos (firman) yang disebut Anak, dan Hikmat yang disebut Roh. Logos bukan satu pribadi, tetapi kekuatan yang tidak berpribadi. Yesus Kristus datangnya dari bawah, akan tetapi bekerja padaNya Logos atau Firman yang datanya dari atas. Logos atau firman dapat juga disebut “manusia bathin” dari Yesus, sang Juru selamat itu. Yesus Kristus alah kediaman Hikmat atau Rumah Allah, yang didiami oleh Roh Allah atau Hikmat Allah dengan sempurna. Seperti halya dengan kegemaran dan kehendak, demikianlah dengan Allah dan Kristus. Kegemaran dan kehendak itu ada karena kasih dan kehendakNya yang tidk berubah. Maka Kritus dipersatukan dengan Tuhan Allah, sehingga Ia bukan hanya dapat “tidak berdosa” melainkan juga dapat mengalahkan dosa-dosa. Sebagai upah kasih-Nya yang demikian, Ia dikaruniakan nama yang diatas segala nama, dan mendapat hak untuk mengadili dan memiliki kehormatan Allah, Ia diangkat menjadi Anak. Disini Paulus mempertahankan ketritunggalan (disini lebih kedwitunggalan) dengan melepaskan keesaan-Nya.
4.      Abad IV
a.      Arius (256-336)
Arius lahir di Alexandria dan seorang pastor dari Gereja St. Baucalis dikota kelahirannya. Tokoh yang mengambil banyak alih dari Origenes. Perhatian utama Arius adalah untuk menekankan keunikan transendensi Allah. Arius mengakui satu Allah dan tidak memperankkan, yang satu-satunya kekal, awal ,benar, baik, tanpa mati, bijaksana, satu-satunya Tuhan dan dan satu-satunya hakim bagi semua. Allah adalah hanya Allah Bapa. Menurut Arius firman dan Hikmat Allah bersangkut paut dengan keberadaan Allah dan bukan dengan pribadi ketiga Trinitas. Arius berpendapat bahwa Anak diciptakan Allah dan menepatkan Anak sederajat dengan ciptaan lain. Menurut Arius Anak memang dapat dipanggil Allah, tetapi keihlahia-Nya bukanlah merupakan atribut terhadap keberadaan-Nya. Hal itu hanyalah sesuatu yang dilimpahkan kepada-Nya oleh anugerah Allah. Ia menjadikan Kristus semacam setangah Allah (demigod), bukan sebagai manusia, juga bukan sebagai Allah. Namun ajaran ini membawa bentuk Politeisme. Arius tidak berusaha memlihara keesaan Allah dengan mengorbankan pernyataan. Ia menyatakan bahwa Yesus adalah suatu ciptaan yang beradapada tingkatan lebih rendah dari Allah.[13]

2.6  Konsili – konsili Trinitatis dan implementasinya dalam gereja
A.    Pengertian Konsili dan Implementasi
Konsili berasal dari bahasa latin “Concillium” yang artinya “rapat”.[14] Konsili adalah sidang resmi para uskup dan wakil beberapa gereja yang diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau disiplin gereja.[15] Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan yang ada didalam Gereja.
B.     Latar Belakang Munculnya Konsili
Latar belakang timbulnya konsili adalah adanya perbedaan-perbedaan mengenai apakah Yesus adalah Allah dan bagaimana hubungan antara KeTuhananNya dan kemanusiaNya.[16] Pada tahun 313 setelah kaisar Konstantinus Agung menjadi Kaisar, ia mengeluarkan dekrit “religio Licito” yaitu pengakuan dan eksistensi Gereja. Gereja diberi kebebasan untuk beraktivitas dan telah mendapat hukum dari pemerintahan Romawi. Dalam perkembangannya Gereja dan para teolog-teolognya mulai mempersolakan tentang diri Yesus yaitu hubungannya dengan Allah Bapa “Trinitas”.[17] Permasalahan itu terus menrus meruncing, pendapat – pendapat  para teolog – teolog pun terus memuncak. Pada tahun 324 M konstantnus menjadi kaisar dari kekaisaran Timur dan Barat. Konstantinus langsung memanggil konsili nicea yang bersidang pada bulan juli 325 M dan konsili itu dibawah pimpinannya.[18]
C.    Konsili – Konsili dalam Trinitatis dan Implementasinya dalam Gereja
1.      Konsili Nicea dan Implementasinya dalam Gereja
Konsili Nicea (325), oleh Konstantinus untuk menyelesaikan pertikaian tentang Trinitas. Konsili ini dibuka pada tanggal 20 mei 325 oleh Kontantinus.[19] Tujuan konsili ini ialah untuk menyelesaikan pertikaian tau permasalahan yang mengancam keEsaan Gereja. Konsili ini mengutuk Arius dan menyusun pengakuan iman anti-Arius yaitu pengakuan Iman Nicea.[20] Konsili ini sebagai tanda reaksi atas ajaran Arius yang menganggap bahwa Allah Bapa lebih besar dari Anak Allah, lalu setelah itu Roh Kudus. Pengakuan Iman Nicea rupanya salah satu daripadanya ditambahkan kalimat Anti-Arius yaitu:
Ø  Arius menafsirkan frasa tradisional yaitu diperanakkan dari Allah bapa dengan arti bahwa Yesus Kristus diciptakan sang Bapa dari yang tidak ada. Nicea meniadakan ini dan menambahkan “yaitu hakikat Allah”.
Ø  Arius mengatakan hanya Bapa adalah “Allah Sejati”, Nicea menjawab dengan menyebut bahwa Yesus Kristus adalah “ Allah sejati dari Allah sejati”.
Ø  Yesus “diperanakkan, bukan dijadikan”. Yesus itu adalah Anak Allah bukan mahluk. Pada satu segi, anak atau turunan (keberadaan sang Bapa) dan pada lain segi suatu mahluk (yang diciptakan dari yang tidak ada), yang mendasari seluruh perselihan. Masalahnya dapat disamakan dengan membedakan antara mempunyai anak sendiri atau dengan menciptakan suatu robot.
Ø  Yesus itu sehakikat dengan Bapa.
Ø  Pada akhir pengakuan Iman Nicea dicantumkan frasa-frasa yang mengutuk berbagai pernyataan Arius yang pada pokoknya berkisar pada ungkapannya, bahwa Anak Allah mempunyai awal dan diciptakan dari yang tidak ada.[21]
o   Implementasinya dalam Gereja
Arius dengan pengikutnya kalah, diajarkan disalahkan dan dipecat. Arius dikutuk dengan menggunakan homousius (sehakikat). Dan homosius diterima gereja barat, hal ini memandang ketritunggalan sebagai tiga oknum atau pribadi yang satu dan sehakikat. Tetapi pengikut Origenes juga menandatangani pengakuan Iman Nicea, selain itu Athanasius juga menerima sepenuhnya keAllahan Yesus Kritus.[22] Maka hasil keputusan konsili Nicea ialah:
o   Anak Allah adalah sehakikat dengan Bapa yang didalam istilah “Homo-Usios”. Homo artinya sama dan Usios artinya hakikat wujud dan zat.[23]
o   Ajaran Arius dikutuk kemudian eusebius dari kasarea mempersembahkan pengakuan babtisan yang diterima dalam konsili sebagai iman yang sah setelah mendapatkan penambahan Homosios dan pengetahuan iman dikenal dengan Nicea.
o   Konsili ini menegaskan bahwa Anak tidaklah diciptakan, tetapi dilahirkan, dengan maksud menghapuskan ide bahwa Anak diciptakan dari sesuatu yang tidak ada, dan demikian juga untuk menghapuskan pemikiran bahwa ada saatnya Allah sebagai bapa seorang diri, yaitu memperoleh kedudukan sebagai seorang Bapa.[24]
-          Pengakuan Iman Nicea
“ Aku percaya kepada satu Allah Bapa Yang Maha Kuasa, Penciptaan segala Yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah yang diperanakkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa, Yang dari hakekatnya Bapa, Allah dari Allah, terang dari segala sesuatu dijadikan yaitu apa yang disurga dan yang dibumi. Yang demi kita dan demi keselamatan kita manusia, turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ketiga naik kesurga dan akan datang untuk menghakimi orang mati dan kepada Roh Kudus.[25]
2.      Konsili Konstatinopel dan Implementasinya dalam Gereja
Tahun 379 warga barat bernama Theodosius menjadi kaisar kerajaan Timur. Ia memanggil konsili yang bersidnag di konstatinopel di bulan mei sampai juli 381. Konsili ini merupakan konsili kedua yang menguatkan keputusan konsili Nicea.[26] Konsili ini dilakukan untuk menyelesaikan pertikaian Arius yang masih tetap berkembang, dan untuk mengatasi itu diadakan konsili kedua. Dalam konsili ini ditetapkan sebuah keputusan tentang Trinitatis  (Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus) adalah sehakekat. Pengakuan ini dikenal sebagai pengakuan Iman Nicea-Konstatinopel.
-          Implementasinya didalam Gereja
konsili ini membuahkan apa yang sekarang dikenal dengan pengakuan iaman Nicea-Konstatinopel. Konsili ini dianggap paling oikumenis dari umat Kristen. Konsili ini dipakai seacara luas digereja-gereja barat maupun timur. Dengan perbedaan yaitu orang timur orang percaya bahwa Roh Kudus keluar dari Sang Bapa melalui Sang Anak. Namun dibarat, kepercayaannya berkembang mengenai Roh Kudus keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak. Konsili ini membenarkan bahwa Yesus adalah Allah yang sepenuhnya.[27] Konsili ini mengaku bahwa Roh Kudus sehakikat dengan Allah Bapa, artinya Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus tidaklah bertindak secara terpisah, tetapi dalam satu gerakan yang serentak menyelamatkan manusia.[28]
-          Hasil konsili Nicea-Konstatinopel
“ aku percaya kepada satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa, Pencipta langit dan bumi, segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang Tunggal, yang lahir dari Sang Bapa sebelum ada segala zaman, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakikat dengan Sang Bapa, yang dengan perantaran-Nya segala sesuatu dibuat, yang telah turun dari sorga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, dan menjadi daging, oleh Roh Kudus, dari anak dara Maria, dan menajdi manusia, yang disalibkan bagi kitabdibawah pemerintahaan Pontius Pilatus, menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi kitab-kitab, dan naik kessorga; yang duduk disebelah kanan Allah Bapa dan Sang Anak, yang bersama – sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah (dimuliakan), yang telah berfirman dengan perantara para nabi, Aku percaya kepada satu gereja yang kudus dan am dan rasuli, aku mengaku satu baptisan untuk pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan dizaman yang akan datang. Amin.[29]
III.             KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Tirinitas merupakan ungkapan iman manusia mengenai ketritunggalan Allah. Ketritunggalan itu merupakan tiga pribadi yang memiliki satu kesatuan dan sehakekat tanpa ada perbedaan. Dalam pembahasan ini sangat ditekankan bahwa Allah memiliki suatu kuasa dalam pribadi-Nya. Pembahasan doktrin ini sebenarnya untuk menjelaskan bagaimana kedudukan Tritunggal dan meluruskan setiap pendapat-pendapat mengenai ketritunggalan itu sendiri. Bila dilihat dari setiap pendapat-pendapat tokoh – tokoh tersebut, sebagian dari mereka melebih-lebihkan tentang pengakuan mereka terhadap keTritunggalan Allah. Setiap pemikiran itu memang beda adanya. Maka dalam pembahasan ini pun dituliskan sebuah keputusan yaitu konsili untuk mengahadapi berbagai pendapat-pendapat yang berbeda itu. Pengakuan konsili seperti Nicea dan dilanjutkan Konstatinopel meluruskan pendapat-pendapat itu dalam sebuah pengakuan yang sah dan tidak keluar dari makna ketritunggalan Allah tersebut.
IV.             DAFTAR PUSTAKA
Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK-GM, 2001
End, Th., Van, de, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-Gm
Hadiwijono, Harun,  Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2001
Jonge, Christian, De, Gereja Mencari Jawab Kapita Selekta gereja, Jakarta: BPK-GM, 1997
KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1998
Kristyanto, Edy, Gagasan Yang Menjadi Peristiwa, Yogyakarta: Kanisius, 2001   
lane, Tony, Runjut Pijar, Jakarta: BPK-GM), 64.
Lohse, Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1989
Lumbantobing, Darwin, Teologi Di Pasar Bebas, Pematang Siantar, L-SPA, 2007
Sproul, R. C.,  Kebenaran – Kebenaran Dasar Iman Kristen, Malang: SAAT, 1997
Tong, Stephen, Allah Trituggal, Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1993
Van, Niftrik, G.C. –Boland, BJ., Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK-GM, 2006
Verkuyl, J.,  Aku Percaya, Jakarta: BPK-GM, 2007.
Wellem, F.D, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006
Wellem, F.D, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam sejarah gereja, Jakarta: BPK-GM, 2003


[1] …., KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), 751.
[2]  J. Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 74.
[3] Darwin Lumbantobing, Teologi Di Pasar Bebas, (Pematang Siantar, L-SPA, 2007), 155.
[4] R. C. Sproul,  Kebenaran – Kebenaran Dasar Iman Kristen, (Malang: SAAT, 1997), 43.
[5] Stephen Tong, Allah Trituggal, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1993), 30.
[6] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 104.
[7] Darwin Lumbantobing, Teologi Di Pasar Bebas, 155.
[8] Christian De Jonge, Gereja Mencari Jawab Kapita Selekta gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1997), 2.
[9] F.D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 232.
[10]Darwin Lumbantobing, Teologi Di Pasar Bebas, 157.
[11] F.D Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam sejarah gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 107.
                [12] Edy Kristyanto, Gagasan Yang Menjadi Peristiwa, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 75.  
[13] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 60-63.
[14] Chritian De Jonge, Gereja Mencari Jawab Kapita Selekta Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 1997), 2.
[15] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 232.
[16] Dieter Becker,  Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 113.
[17] Th. Van de End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-Gm), 64.
[18] Tony lane, Runjut Pijar, (Jakarta: BPK-GM), 64.
[19] F.D. Wellem,  Kamus Sejarah Gereja, 240.
[20] Tony lane, Runjut Pijar, 23.
[21] Tony lane, Runjut Pijar, 23.
[22] Tony lane, Runjut Pijar, 32.
[23] Niftrik G.C. Van – BJ. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 2006), 205-206.
[24]  Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 67.
[25] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh- Tokoh Dalam Gereja, 240.
[26] Dieter Becker,  Pedoman Dogmatika, 115
[27] Tony lane, Runjut Pijar, 33.
[28] Dieter Becker,  Pedoman Dogmatika, 116.
[29] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 81.