Aku
terus menatap perputaran waktu. Terlalu cepat berputar. Aku butuh waktu lebih
banyak lagi dan lebih lambat lagi. Kring,,,kring,,kring…
bunyi ponsel ku memecahkan konsentarsi ku. ku raih ponsel itu dengan sedikit
rasa kesal. “haloo..” nada ku sedikit ketus. Adit kau lagi dirumah?” suara yang
tak asing ditelinga ku. “gak lagi diluar angkasa!!” aku semakin ketus.
“Seriuslah Mas Broo.. biar aku jemput ya.” Jojo inisial pemilik suara dari
seberang tak memperdulikan keketusan ku. “Jemput aku atau jemput tugas?” suara
ku terdengar makin tak bersahabat. Tanpa memperdulikan suara ku yang berat,
Jojo sahabat kampus ku menjawab dengan tenang. “ Dua – duanya Mas Broo.. kalau
ada cewek cakep juga gak apa – apa. Udah dulu ya, aku langsung beraksi ketempat
mu. Disediain makanan juga gak apa- apa Mas Broo..” “hmm..” aku langsung
memutuskan teleponnya kembali memutar otak dan menulis segala hal yang baru dalam
setiap teori – teori yang meresahkan pikiran ku.
Pagi ini pikiran ku tak bisa
bekerja sama. Angka – angka yang berserakan diatas kertas putih tak bisa ku
susun dengan baik. Perhitungan – perhitungan yang disediakan rumus – rumus yang
terdiam membuat ku ingin menelan waktu. Pukul 09.15 WIB. Tak biasanya aku
bergumul hebat terhadap angka – angka yang beranak cucu ini. Waktu tinggal
empat jam lagi. Ini benar – benar materi perhitunagan yang membawa ku kedalam
keresahan stadium akhir. Tiga soal terpecahakan. Tinggal satu soal lagi. Dan
kali ini benar – benar memutar persendian otak ku. memaksa ku untuk bisa
menembus rumus – rumus asing dan meresahkan. Sudah diluar dari kebiasaan.
Pena biru ku terus menari –
nari engikuti irama gerakan tangan ku. aku terus berusaha memecahkan soal yang
dipenuhi hitungan – hitungan yang berserakan. Diabatas kejenuhan itulah posisi
saraf otak ku. kedua kalinya ponsel ku bordering dengan nada yang lain. 1 pesan
masuk. Ku buka perlahan. “Semangat ia sayang…” pesan singkat yang membangkitkan
gairah otak ku. aku balsa dengan tanda senyuman. Sebagai tanda aku pasti
semangat. Kali ini aku memantapkan tangan dan otak ku. terus menuntaskan angka
– angka yang membingungkan.
“Aditya Saputra,, bukain
pintunya lah Mass Broo...” suara semangat dari luar rumah membuyarkan
keseriusan ku. tanpa menyahut suara itu aku berjalan menuju pintu rumah dan
membuka pintu dengan cepat. Senyuman yang selalu ku lihat hampir setiap hari
dengan gaya khasnya yang menggerakkan alis
mata membat ku ingin sekali menangkapnya dengan seutas tali yang mengikta
tangannya. “Jojon Semilaks,, silakan masuk.” Ujar ku sedikit ketus. “gak usah
ketus gitu Mas Broo,, di telepon tadi juga suara mu ketus nanti cepat tua.”
Ucapnya santai. Tanpa aba –aba dari ku ia langsung memasuki kamar ku.” Jojo
memang teman akrab ku. disetiap hari ku dia lah orang paling sering aku lihat.
Manusia yang paling hebat berbuat konyol itu sudah cukup kental dengan ku.
“Waahh Mas Broo,,tugasnya Cuma
tiga puluh lembar ya.kirain tadi sampai seratus lembar.” Ujarnya sambil
mengambil kertas – kertas diatas meja belajar ku. “Lontong!! Ini belum siap.
Masih ada satu perhitungan lagi. Sabar napa?? Langsung nerobos aja kau!” ku
ambil kertas yang ada ditangannya. “ Kan cuma satu perhitungan lagi. Sewot amat
sih. Aku negrjain lembaran yang udah selesai aja dulu. Yang belum siap nanti
nyusul.” Sambil menggigit pulpen berwarna hitam, Jojo semakin membuat ku kesal.
“ Emang kau pikir seenak itu! Bantu aku ngerjain perhitungannya dulu!” suara ku
sedikit meninggi. Tanpa rasa takut Jojo berujar “gimana kalau kau yang hitung,
aku yang nulis. Adilkan.” Ku hela nafas ku panjang, sambil duduk didepan meja
belajar aku berujar pasrah, “sama aja lontooong!!”
Jojo dengan semangat menulis
ulang kata per kata dari lembaran kertas ku. teman kelompok ku yang satu ini
memang kadang – kadang membuat ku kesal. Tapi, keceriiannya membuat ku betah
berteman dengan mahkluk aneh itu. Aku terus memutar otak ku untuk menghitung
angka – angka yang berserakan. Menyusun angka – angka itu sedemikian rupa.
Sampai akan menemukan susunan angka – angka yang memberikan sebuah jawaban
perhitungan.
“udah siap belum Dit?” Tanya
sambil terus menulis. “belum” jawab ku singkat. Aku masih konsentrasi dengan
hitungan – hitungan yang memaksa ku berpikir. Belum ada tiga menit Jojo
bertanya lagi, “ udah siap belum Dit?” “ Belum Jojo… kerjain dulu itu, nanti
kalau selesai ku kasih pun ke muka mu itu!” aku semakin kesal. “ Adit,, udah
siap?” Jojo bertanya lagi. Dengan kesal aku menjawab “ sekali lagi kau tanyak
Jojo,, dapat kulkas kau!!” lagi – lagi Jojo tidak memperdulikan ku dengan malah
membalas, “ waahh baguslah dapat kulkas. Biar dapat kulkas aku ku bilang lagi
lah. Adit udah siap belum? Sinilah kulkasnya.” Dengan gayanya Jojo semakin membuat ku geram. “ sinilah uang mu biar ku beli!” suara ku
meninggi. “aku Cuma punya uang seratus ribu, cukup gak?” sambil menunjukkan
uangnya Jojo melihat ku. aku benar – benar geram, “ cukup kali pun!! Dapat
bonus kau malah. Bonusnya dikasi tomat dimuka mu, sama kentang dikepala mu!!”
ku serahkan lembaran akhir dari tugas yang sudah selesai ke mukanya. Bukannya
takut, Jojo malah tersenyum dan santai. “hhaa,,” ku hela nafas ku. aku berdiri
sambil mengambil handuk yang tergantung.
“ Kau mau kemana Dit? ” Jojo
melihat ku seperti orang curigaan. Ku jawab sesuka ku, “ mau fashion show. Ya
mau mandi lah!! Udah tau aku ngambil handuk.” “owh.. di daerah tempat tinggal
ku ada juga orang ngambil handuk buat ngepel rumahnya. Soalnya kain pelnya
hilang.” Jojo malah ngeles gak jelas. “ gak ditanya!! Situlah kau! Ujar ku
langsung meninggalkan Jojo. Aku bergegas mandi.
Setelah mandi, aku pun
memasuki kamar. Ku lihat Jojo tidak ada dikamar ku. Setelah memakai pakaian dan
merapikan rambut, aku mencari Jojo. Aku mendengar suara sepeda motornya. Dan
benar saja, Jojo ternyata keluar sebentar. Sambil menenteng palstik berwarna
hitam, Jojo duduk dan mengeluarkan dua bungkus nasi yang baru dibelinya.
“ Tumben kau pintar.” Aku
langsung duduk didepannya. “ Sebagai balasan karena udah kau siapkan tugas
kita” katanya sambil memakan nasi yang ada didepannya. “gak ihklas lah kalu
gitu ya?” ungkap ku sambil membuka nasi bungkus. “ ihklas kali pun. Apa lagi
kalau kau siapkan semua tugas ku.” uajr Jojo semangat, sambil menguyah nasi
dimulutnya.
Selesai makan, aku dan Jojo
pun berangkat menuju kampus. Biasanya Jojo memang sering menjemput ku. walaupun
tak terlalu sering. Aku memang pejalan kaki yang harus menempuh bermil-mil
jalanan. Jika tidak dijemput Jojo, aku menaiki angkot yang melewati kampus ku.
Atau malah berjalan menapaki jalan – jalan dibawah terik sinar mentari.raja
siang memang sudah menjadi bagian yang tak terpisah dari kisah ku disetiap
harinya. Aku tak pernah mengalah terhadap waktu yang terus membawa ku menapaki
cerita – cerita dengan tema berbeda. Meski pernah mengeluh, bukan berarti aku
harus berhenti dipertengahan waktu. Masih ada jalan yang harus ku tempuh dalam
waktu yang belum terlewati. Bagi ku kehidupan itu harus dinikmati dan disyukuri.
Sebagai anak pearantauan aku tak boleh menjadi cengeng. Aku kan pria sejati.
Pria sejati tak boleh cengeng. Tapi, bukan berarti tak bisa menangis. Menangis
karena terharu akan adanya orang – orang selalu memberi dukungan. Atau menangis
ketika melukai orang yang disayang. Karena pria juga punya hati.
Dalam waktu sepuluh menit,
Jojo bisa mengendarai sepeda motornya. Selesai memarkirkan sepeda motornya, kami
pun berjalan menuju kelas. Kau dan Jojo memasuki kelas sesuai jadwal kuliah
hari ini. Aku dan Jojo memilih bangku dibaris ketiga. Masih banyak bangku –
bangku kosong. Cuma ada beberapa manusia yang menempatinya. Mungkin karena
masih ada waktu dua jam lagi, manusia seperjuangan ku tidak begitu buru – buru
memasuki ruangan kelas.
“ gimana kata teman – teman
lainnya? ” Jojo yang duduk disamping ku mengambil ponsel ku. “udah aku sms,
kata mereka sebentar lagi udah mau sampai. Kalau gak sms lagi lah.” Jawab ku
tanpa melihat Jojo. Ya udah, kita ajalah duluan yang ngumpul, lama kali pun
mereka.” Suar Jojo terdengar kesal. “ Jangan gitulah, gimana juga mereka itu
satu kelompok kita. Lagian, mereka tinggal nulis perhitungannya doang. Senior
kan bilang harus memiliki sikap solidaritas. Walaupun nilainya gak solid.”
Balas ku santai. Aku terus menatap layar monitor yang ada didepan ku. ponsel ku
berbunyi. Jojo membuka pesan ku. “ahkk.. paksa kali lah cewek mu ngingatin
makan. Pake nyemangati segala. Sok romantis.” Ledek Jojo. Ku rampas ponsel ku
dari tangan Jojo sambil membalas perkataannya, “dari pada cewek mu, ingat kau
pun gak!” “gak gitu – gitu amat kali. Malas aja cewek ku sok romantis.” Jojo
gak mau kalah. “ hmm..” tanpa membuka mulut aku terus menekan – nekan tombol
keyboard ku.
Tiba – tiba teman – teman ku
datang. “ waahh, mas broo.. udah lama ya nunggunya. Sory bangetlah ya. Soalnya
jalanan pada macet semua.” Ocehan Jem membuat ku berhenti menekan tombol –
tombol keyboard. Teman satu kelompok ku itu datang bersamaan dengan Krislop
manusia yang termasuk satu kelompok ku. “”bentar lagi kepala kalian juga
terkena macet. Ini aku udah ngerjain tugas kita dengan tuntas. Jangan sungkan –
sungkan di salin ulang.” Perkataan Jojo mengkerutkan kening ku. ku lihat dia
memberikan lembaran – lembaran kertasnya kearah Jem. Sebenarnya aku keberatan,
tapi, aku tak mau membahasnya. Kubiarkan mereka bergerak sebebas yang mereka
mau. Walau aku yang harus tertekan waktu.
Malam ini aku benar – benar
kelelahan. Tapi, tugas –tugas itu terus mengincar waktu ku. aku seakan tak bisa
bergerak bebas. Seperti disekat dalam ruangan sempit yang menyesakkan. Ingin
sekali aku keluar dari segala kepenatan ini. Mungkin belum saatnya. Ku biarkan
saja waktu terus melaju membawa ku menyelesaikan segala kisah – kisah. Aku
hanya menjalankan dan memperjuangkan perjalanan hidup ku.
Aku mengambil ponsel ku dan
membuat panggilan baru. Tiga kali nada penghubung ponsel terdengar ditelinga
ku. setelah itu aku mendengar suara yang terdengar ceria. Suara itu yang selalu
membuatku bisa menumpaskan keresahan bathinku. “ haloo saiiank..” aku
mebalasnya dengan sedikit melemah, “sayang,, aku lagi suntuk.” “suntuk kenapa?
Lagi ada masalah?” tanyanya dari seberang. “Cuma masalah tugas aja sih.
Ooo..oo.. banyak kali lah tugas ku. suntuk kali aku jadinya.” Suara ku mengadu.
“ Tugas kok disuntukin. Tugasnya aja gak nyutukin kita. Kerjain aja semampu
saiiank.” Ungkapnya santai. “tapi, ini benar – benar membuat ku suntuk. Belum
lagi selesai yang satu udah datang tugas yang lain. Aahhkkkk!!! Mau pecah
kepala ku Chelsiiiii..” aku semakin megadu.
“ Jangan suntuk gitu dong
sayang. Sayang harusnya jadiin tugas itu jadi teman. Anggap aja kalau tugas itu
adalah bagian hidup sayang. Tugas jangan dijadiin beban, karena itu hanya buat
sayang terbebani. Kerjakan aja semampu sayang.” Suara itu mendinginkan pikiran
ku. dengan suara yang sedikit dilembutkan aku membalas suaranya, “ ia sayang.
Tapi, nanti udah capek – capek ngerjain, udah maksimal, dan udah sebaik mungkin
tetatp aja nilainya gak sebaik yang diharapkan.” Chelsi membalas ucapan ku
dengan lembut, “ masalah nilai gak usah terlalu dipikirkan sayang. Pikirkan
bagaimana sebaiknya agar tugas itu selesai dengan baik. Bukan nilai yang
menentukan kita bisa maju. Nilai hanya pemicu semangat kita untuk tetap
berusaha. Angka – angka nilai yang tertempel dikertas itu bukan segalanya yang
membawa kita menjadi teratas. Kan yang terpenting usaha dan kemauan. Yang
penting sayang punya kekreatifan. Jangan nyerah gitu dong sayang.” Aku
tersenyum sendiri sambil berujar, ia sayang ku yang bawel.” “yee,, dikasi
semangat malah di bilang bawel. Hhuu…” balasnya dengan suara manja.
aku membayangkan wajah wanita
yang sudah melekat dihidupku itu tersenyum manis. Sambil mendengar
celotehannya, aku tersenyum sendiri. Dia wanita yang baik, meski pun terkadang
suka cerewet. Tapi, kecerewetan itu yang membuat ku merasa diperhatikan. Dia
adalah salah satu dari antara orang – orang yang selalu ada memberi ku
semangat. Motivasinya selalu membuat ku merasa kuat menghadapi kehidupan
sebagai anak kampus yang penuh dengan lembaran – lembaran putih dan sejuta kata
– kata. Malam semakin larut, aku masih terus menempelkan ponsel ditelinga ku.
Hingga aku mata ku terpejam terbawa larut malam.
Siang ini cuaca sangat panas.
Aku yang masih berjalan diatas setapak – setapak jalan raya terus menelusuri
perjalanan. Seperti biasanya aku berjalan dibawah terik matahari yang menelan
kesejukan bumi. Setelah menapaki jalan beraspal, aku sampai digerbang kampus.
Sambil berlari kecil aku menyeka keringat ku. aku sedikit lega. Ternyata dosennya
belum datang. Ku duduki bangku kosong yang belum berpenghuni. Aku melihat
sekeliling ku. mencari manusia aneh yang selalu bersama ku. Dari pintu
seseorang meneriaki nama ku, “ Adit!!” Aku mengarahkan tatapan ku kearah
pemilik suara itu. Dia langsung duduk disampin ku. “ Tadi aku ngantar tugas –
tugas kekantor dosen. Terus kekamar mandi. Siap kekamar mandi baru masuk
kelas.” Celoteh seperti rel kereta api yang melaju. “ gak ditanya..!” balas ku
singkat. “ emang, Cuma kau kecarian aja kan?” Jojo membalas dengan senyumannya.
Aku terdiam tanda mengiyakan.
“ Dit, tadi aku liatin tugas
kita yang kemarin. Kasian banget nilai mu. Udah kau yang capek – capek
ngerjain, malah dapat nilai 75. Teman – teman yang tinggal ngopi dari lembaran
tugas mu nilainya bagus – bagus semua. Ada 80 sama 85. Kau sih, tulisannya
jelek.” Ungkapan Jojo membuat ku jadi kesal. “ aku tau tulisan mu bagus. Tapi,
gak usah ngejek gitulah.” Ketus. “ heheh,, jangan marah lah Mas Broo yang
pentingkan kerjaan mu. Aku tulisannya bagus Cuma dapat 65. Soalnya teori –
teorinya dari teori mu ku ringkas.” Jojo masi saja tetap semangat. Aku memang
selalu melihat semangat dalam dirinya. Walau dia tergolong orang yang lumayan
pemalas dan tak mau tau masalah nilainya, dia selalu semangat. Baginya dunia
itu hanya tempat untuk bersenang – senang. Tempat manusia bisa menentukan apa
yang dia inginkan. Tanpa harus memikirkan segala hal yang membuat hidup menjadi
susah. Jojo memang manusia aneh yang sudah menjadi bagian dari kisah ku.
seorang sahabat yang bisa mengisi cerita hidup ku.
Setengah hari aku menempati
kampus ku. Ku lirik Jam ditangan ku. pukul 18.10. sudah saatnya untuk pulang.
Jojo sudah lebih dulu pulang. Dengan kebiasaan yang mendarah daging dalam kisah
ku, aku masih saja menapaki smabil menanti – nanti angkot yang bisa mengantar
ku smapai ke gang rumah. Waktu ters berlalu. Angkot yang ku tunggu belum juga
datang. Aku masih terus menapaki jalan yang semakin gelap. Saat aku sampai di
gang rumah ku. aku menoleh kebelakang. Angkot yang ku tunggu lewat begitu saja.
Kekesalan semakin membuntuti ku. “ hhaa,, dari tadi bukannya lewat. Udah sampai
digang rumah baru lewat. Oohh..!!” bathin ku kesal. Aku terus menjalani gang
rumah ku. sesampai didepan rumah ku buka pintu rumah. Ku hidupkan lampu untuk
menerangi rumah ku yang tadinya gelap. Secara perlahan aku membuka pintu kamar
dan masuk. Ku rebahkan badan ku diatas kasur yang sudah berumur hampir dua
tahun. Ku tatap langit – langit kamar ku yang putih. Rasa lelah seakan
menyelimuti tubuh ku hingga aku tak bisa bergerak lagi. Hari ini benar – benar
melelahkan.
Seperti biasanya, bila jam
jarum jam nenunjukkan pukul 20.00 WIB, yang ku lakukan pasti bermain dengan
pulpen dan kertas – kertas yang menanti ku. kali ini, pikiran ku tak bisa
fokus. Ku raih ponsel yang ada disamping ku sambil menunggu sahutan dari suara
seberang, aku masih terdiam.
“ Halo, dengan saya Sari
Chelsiah disini. Ada yang bisa saya bantu?” sahutan suara lembut itu membuat ku
tersenyum. “ hmm,, emang kantor polisi? Minta bantuan?” balas ku. “owh,, jangan
salah, rumah sakit juga bisa jadi tempat bantuan.” Ujarnya. “kalau gitu aku
minta bantuan masalah krisis pikiran ajalah.”
Pinta ku. “emang pikirannya kenapa ya mas?” dia meniru suara yang
berlogat jawa. Kekesalan ku sedikit terhempas. Bagi ku, dia adalah satu –
satunya yang bisa menghempas kepenatan dibathin ku. wanita yang selalu bisa
menjadikan ku merasakan suatu semangat baru, bila keresahan menghampiri ku.
wanita terdekat yang saat ini aku punya.
“lagi ngapain?” Tanya ku
singkat lewat ponsel ku. “lagi tiduran aja. Gak ngerjain tugas ni?” Tanya nya
balik. “ sambilan. Tapi aku agak sedikit malas. Semuanya gak sperti harapan.
Udah capek – capek ngerjain malah dapat nilai rendah. Yang lain tinggal nyontek
aja dapat nilai tinggi. Gak terima aku.” Untuk sekian kalinya aku mengadu
tentang ,masalah kuliah ku. “gitu ya. Tau darimana nilainya? Udah pembagian
nilai tugas emang?” tanyanya lagi. “ dari si Jojo. Dia tadi sempat liat. Jadi
malas aku ngerjain tugas yang lain. Mending nyantai aja. Nanti juga bakanlan
nilai rendah.” Suara ku terdengar kesal. Aku benar – benar tidak punya
semangat.
“masak karena nilai kau jadi
nyerah. Semangat dong. Gak selamanya nilai rendah itu menempel dikertas kita.
Lagian nilaikan belum tentu jalan menuju kesuksesan.” Suaranya mendorong ku
untuk semangat. Tapi, aku masih belum bersemangat. “ karena bukan kau yang
rasaiin. Coba kau diposisi ku. pasti kesal.” Ujar ku. “pernah kok aku rasain
yang seperti itu. Aku memang kesal. Aku yang capek, malah yang tinggal nyontek
yang lebih baik nilainya. Tapi, aku gak ma uterus larut dalam kekesalan. Kalau
aku kesal terus ngabisin waktu doang. Mending terus berusaha. Karena hasilnya
bukan didapat dari nilai. tapi, dari kesuksesan. Meski nilai gak mendukung,
asal kreatifitas mu membuahkan hasil. Kalau ngerjain tugas kampus itu jangan
dicari nilainya. Tapi, cari bagaimana caranya supaya itu tugas bisa selesai
dengan baik. Yang penting terus semangat dan berusaha.” Kalimat yang
diutarakannya dengan panjang itu, membuka semangat lagi. Dia selalu bisa
memberikan kata – kata yang bisa membuat ku tenang. “hee,, kayak ibu rumah
tangga aja ngasi nasihat.” Goda ku. “hhuu,, biarin! Dari pada situ kayak
kambing yang mengerutu. Wweekk.” Balasnya. Sambil terus berkomunikasi, aku
masih menempelkan ponsel ditelinga ku. hingga larut malam membawa waktu terus
menjajaki dinginnya malam. Ku lihat ponsel ku yang masih dalam panggilan.
“halloo..sayang..hallo..” tak ada sahutan. Aku menutup komunikasi ku dengan
Chelsi. Dan menutup mata, menanti cahaya pagi yang segera akan menyapa.
Kali ini cuaca begitu cerah.
Aku terbangun pukul 07.15. Setelah membasuh muka, ku rapikan kamar ku yang
berserakan kertas – kertas tugas. Ku lihat ponsel ku yang sudah terisi pesan.
Sebuah kalimat yang menyapa dan memberikan ku semangat. Suatu kebiasaan yang
sudah ku dapati. Aku masih bergumul dengan pulpen dann kertas – kertas putih.
Sambil menunggu jam dua siang. Aku mengerjakan tugas untuk hari – hari
berikutnya.
Waktu mengantarku menuju
kampus tercinta. Seperti biasanya, aku menelusuri jalan – jalan yang penuh
dengan cerita. Anak – anak yang berlari dengan ceria, took – toko yang
berjejeran, pohon – pohon yang berdiri dengan jarak yang cukup berjauhan. Tak
lepas dengan kendaraan yang berlalu lalang, ditemani asap – asap yang terhembus
angin. Aku berpikir sejenak, selama masih bisa kenapa kaki tidak digunakan?
Kaki selalu bisa mengantar kita memasuki banyak cerita diluare kehidupan
kita.tentang pengalaman yang belum pernah kita rasakan dan tentang kisah – kisah nyata dibawah langit.
Ponsel yang dikantong ku
berbunyi. Sambil berjalan ku baca sms Chelsi yang menulis seuntaian kata – kata
yang mengukir senyum semangat dibibirku. “Terkadang kita tak bisa terima apa
yang menghampiri kita. Tak sesuai dengan harapan disetiap usaha kita. Tapi,
bukan berarti kita menjadi terdiam hingga tak mau lagi bergerak bebas. Teruslah
berjuang. Dan jadilah seseorang yang bisa menemukan cahaya. Bukan meredupkan hidup
ketika disekeliling kita tak memberi pijar. Karena cahaya hidup itu cuma kita
yang bisa menemukan.”
Aku mengembalikan kembali
ponsel ku kedalam kantong. Semangat yang selalu dia berikan membuat ku bisa
bertahan ketika aku merasa tak ada celah untuk bebas. Aku tak lagi peduli
dengan – dengan kertas – kertas yang menuntut ku. ku biarkan saja tangan ku
menari bebas diatasnya bila kertas itu meminta untuk diisi. Tak peduli tentang
nilai – nilai yang hanya sekedar tertulis dilembaran tugas ku. yang terpenting
aku bisa menyelesaikannya dengan baik. Aku bukan mengejar nilai yang
tertuangkan, tapi kekreatifan hidup dimasa depan.
Aku hidup untuk mencari
cahaya. Agar bisa menembus ruang – ruang yang menantangku. Mencari cahaya untuk
bisa mengantarku meraih masa depan yang cerah. Tak peduli bila harus meniti
kabel – kabel penyambung cahaya kehidupan. Harus bisa melalui tantangan arus
kehidupan. Ku langkahkan kaki ku dengan pasti. Memasuki satu gerbang yang
menjadi salah satu sasaran tempat aku menemukan cahaya itu. Karena bila nanti
tempat ini ku tinggalkan, akan ada tempat lain yang lebih baik untuk aku benar
– benar mendapati cahaya. Sampai saatnya aku benar – benar memiliki cahaya yang mampu menerangi hidupku dan
kehidupan luar. Untuk itu aku tetap semangat berjuang, karena aku sang pencari
cahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar