Kamis, 16 Oktober 2014

PENCARI CAHAYA



Aku terus menatap perputaran waktu. Terlalu cepat berputar. Aku butuh waktu lebih banyak lagi dan lebih lambat lagi. Kring,,,kring,,kring… bunyi ponsel ku memecahkan konsentarsi ku. ku raih ponsel itu dengan sedikit rasa kesal. “haloo..” nada ku sedikit ketus. Adit kau lagi dirumah?” suara yang tak asing ditelinga ku. “gak lagi diluar angkasa!!” aku semakin ketus. “Seriuslah Mas Broo.. biar aku jemput ya.” Jojo inisial pemilik suara dari seberang tak memperdulikan keketusan ku. “Jemput aku atau jemput tugas?” suara ku terdengar makin tak bersahabat. Tanpa memperdulikan suara ku yang berat, Jojo sahabat kampus ku menjawab dengan tenang. “ Dua – duanya Mas Broo.. kalau ada cewek cakep juga gak apa – apa. Udah dulu ya, aku langsung beraksi ketempat mu. Disediain makanan juga gak apa- apa Mas Broo..” “hmm..” aku langsung memutuskan teleponnya kembali memutar otak dan menulis segala hal yang baru dalam setiap teori – teori yang meresahkan pikiran ku.
                  Pagi ini pikiran ku tak bisa bekerja sama. Angka – angka yang berserakan diatas kertas putih tak bisa ku susun dengan baik. Perhitungan – perhitungan yang disediakan rumus – rumus yang terdiam membuat ku ingin menelan waktu. Pukul 09.15 WIB. Tak biasanya aku bergumul hebat terhadap angka – angka yang beranak cucu ini. Waktu tinggal empat jam lagi. Ini benar – benar materi perhitunagan yang membawa ku kedalam keresahan stadium akhir. Tiga soal terpecahakan. Tinggal satu soal lagi. Dan kali ini benar – benar memutar persendian otak ku. memaksa ku untuk bisa menembus rumus – rumus asing dan meresahkan. Sudah diluar dari kebiasaan.
                  Pena biru ku terus menari – nari engikuti irama gerakan tangan ku. aku terus berusaha memecahkan soal yang dipenuhi hitungan – hitungan yang berserakan. Diabatas kejenuhan itulah posisi saraf otak ku. kedua kalinya ponsel ku bordering dengan nada yang lain. 1 pesan masuk. Ku buka perlahan. “Semangat ia sayang…” pesan singkat yang membangkitkan gairah otak ku. aku balsa dengan tanda senyuman. Sebagai tanda aku pasti semangat. Kali ini aku memantapkan tangan dan otak ku. terus menuntaskan angka – angka yang membingungkan.
                  “Aditya Saputra,, bukain pintunya lah Mass Broo...” suara semangat dari luar rumah membuyarkan keseriusan ku. tanpa menyahut suara itu aku berjalan menuju pintu rumah dan membuka pintu dengan cepat. Senyuman yang selalu ku lihat hampir setiap hari dengan  gaya khasnya yang menggerakkan alis mata membat ku ingin sekali menangkapnya dengan seutas tali yang mengikta tangannya. “Jojon Semilaks,, silakan masuk.” Ujar ku sedikit ketus. “gak usah ketus gitu Mas Broo,, di telepon tadi juga suara mu ketus nanti cepat tua.” Ucapnya santai. Tanpa aba –aba dari ku ia langsung memasuki kamar ku.” Jojo memang teman akrab ku. disetiap hari ku dia lah orang paling sering aku lihat. Manusia yang paling hebat berbuat konyol itu sudah cukup kental dengan ku.
                  “Waahh Mas Broo,,tugasnya Cuma tiga puluh lembar ya.kirain tadi sampai seratus lembar.” Ujarnya sambil mengambil kertas – kertas diatas meja belajar ku. “Lontong!! Ini belum siap. Masih ada satu perhitungan lagi. Sabar napa?? Langsung nerobos aja kau!” ku ambil kertas yang ada ditangannya. “ Kan cuma satu perhitungan lagi. Sewot amat sih. Aku negrjain lembaran yang udah selesai aja dulu. Yang belum siap nanti nyusul.” Sambil menggigit pulpen berwarna hitam, Jojo semakin membuat ku kesal. “ Emang kau pikir seenak itu! Bantu aku ngerjain perhitungannya dulu!” suara ku sedikit meninggi. Tanpa rasa takut Jojo berujar “gimana kalau kau yang hitung, aku yang nulis. Adilkan.” Ku hela nafas ku panjang, sambil duduk didepan meja belajar aku berujar pasrah, “sama aja lontooong!!”
                  Jojo dengan semangat menulis ulang kata per kata dari lembaran kertas ku. teman kelompok ku yang satu ini memang kadang – kadang membuat ku kesal. Tapi, keceriiannya membuat ku betah berteman dengan mahkluk aneh itu. Aku terus memutar otak ku untuk menghitung angka – angka yang berserakan. Menyusun angka – angka itu sedemikian rupa. Sampai akan menemukan susunan angka – angka yang memberikan sebuah jawaban perhitungan.
                  “udah siap belum Dit?” Tanya sambil terus menulis. “belum” jawab ku singkat. Aku masih konsentrasi dengan hitungan – hitungan yang memaksa ku berpikir. Belum ada tiga menit Jojo bertanya lagi, “ udah siap belum Dit?” “ Belum Jojo… kerjain dulu itu, nanti kalau selesai ku kasih pun ke muka mu itu!” aku semakin kesal. “ Adit,, udah siap?” Jojo bertanya lagi. Dengan kesal aku menjawab “ sekali lagi kau tanyak Jojo,, dapat kulkas kau!!” lagi – lagi Jojo tidak memperdulikan ku dengan malah membalas, “ waahh baguslah dapat kulkas. Biar dapat kulkas aku ku bilang lagi lah. Adit udah siap belum? Sinilah kulkasnya.” Dengan gayanya  Jojo semakin membuat ku geram.  “ sinilah uang mu biar ku beli!” suara ku meninggi. “aku Cuma punya uang seratus ribu, cukup gak?” sambil menunjukkan uangnya Jojo melihat ku. aku benar – benar geram, “ cukup kali pun!! Dapat bonus kau malah. Bonusnya dikasi tomat dimuka mu, sama kentang dikepala mu!!” ku serahkan lembaran akhir dari tugas yang sudah selesai ke mukanya. Bukannya takut, Jojo malah tersenyum dan santai. “hhaa,,” ku hela nafas ku. aku berdiri sambil mengambil handuk yang tergantung.
                  “ Kau mau kemana Dit? ” Jojo melihat ku seperti orang curigaan. Ku jawab sesuka ku, “ mau fashion show. Ya mau mandi lah!! Udah tau aku ngambil handuk.” “owh.. di daerah tempat tinggal ku ada juga orang ngambil handuk buat ngepel rumahnya. Soalnya kain pelnya hilang.” Jojo malah ngeles gak jelas. “ gak ditanya!! Situlah kau! Ujar ku langsung meninggalkan Jojo. Aku bergegas mandi.
                  Setelah mandi, aku pun memasuki kamar. Ku lihat Jojo tidak ada dikamar ku. Setelah memakai pakaian dan merapikan rambut, aku mencari Jojo. Aku mendengar suara sepeda motornya. Dan benar saja, Jojo ternyata keluar sebentar. Sambil menenteng palstik berwarna hitam, Jojo duduk dan mengeluarkan dua bungkus nasi yang baru dibelinya.
                  “ Tumben kau pintar.” Aku langsung duduk didepannya. “ Sebagai balasan karena udah kau siapkan tugas kita” katanya sambil memakan nasi yang ada didepannya. “gak ihklas lah kalu gitu ya?” ungkap ku sambil membuka nasi bungkus. “ ihklas kali pun. Apa lagi kalau kau siapkan semua tugas ku.” uajr Jojo semangat, sambil menguyah nasi dimulutnya.
                  Selesai makan, aku dan Jojo pun berangkat menuju kampus. Biasanya Jojo memang sering menjemput ku. walaupun tak terlalu sering. Aku memang pejalan kaki yang harus menempuh bermil-mil jalanan. Jika tidak dijemput Jojo, aku menaiki angkot yang melewati kampus ku. Atau malah berjalan menapaki jalan – jalan dibawah terik sinar mentari.raja siang memang sudah menjadi bagian yang tak terpisah dari kisah ku disetiap harinya. Aku tak pernah mengalah terhadap waktu yang terus membawa ku menapaki cerita – cerita dengan tema berbeda. Meski pernah mengeluh, bukan berarti aku harus berhenti dipertengahan waktu. Masih ada jalan yang harus ku tempuh dalam waktu yang belum terlewati. Bagi ku kehidupan itu harus dinikmati dan disyukuri. Sebagai anak pearantauan aku tak boleh menjadi cengeng. Aku kan pria sejati. Pria sejati tak boleh cengeng. Tapi, bukan berarti tak bisa menangis. Menangis karena terharu akan adanya orang – orang selalu memberi dukungan. Atau menangis ketika melukai orang yang disayang. Karena pria juga punya hati.
                  Dalam waktu sepuluh menit, Jojo bisa mengendarai sepeda motornya. Selesai memarkirkan sepeda motornya, kami pun berjalan menuju kelas. Kau dan Jojo memasuki kelas sesuai jadwal kuliah hari ini. Aku dan Jojo memilih bangku dibaris ketiga. Masih banyak bangku – bangku kosong. Cuma ada beberapa manusia yang menempatinya. Mungkin karena masih ada waktu dua jam lagi, manusia seperjuangan ku tidak begitu buru – buru memasuki ruangan kelas.
                  “ gimana kata teman – teman lainnya? ” Jojo yang duduk disamping ku mengambil ponsel ku. “udah aku sms, kata mereka sebentar lagi udah mau sampai. Kalau gak sms lagi lah.” Jawab ku tanpa melihat Jojo. Ya udah, kita ajalah duluan yang ngumpul, lama kali pun mereka.” Suar Jojo terdengar kesal. “ Jangan gitulah, gimana juga mereka itu satu kelompok kita. Lagian, mereka tinggal nulis perhitungannya doang. Senior kan bilang harus memiliki sikap solidaritas. Walaupun nilainya gak solid.” Balas ku santai. Aku terus menatap layar monitor yang ada didepan ku. ponsel ku berbunyi. Jojo membuka pesan ku. “ahkk.. paksa kali lah cewek mu ngingatin makan. Pake nyemangati segala. Sok romantis.” Ledek Jojo. Ku rampas ponsel ku dari tangan Jojo sambil membalas perkataannya, “dari pada cewek mu, ingat kau pun gak!” “gak gitu – gitu amat kali. Malas aja cewek ku sok romantis.” Jojo gak mau kalah. “ hmm..” tanpa membuka mulut aku terus menekan – nekan tombol keyboard ku.
                  Tiba – tiba teman – teman ku datang. “ waahh, mas broo.. udah lama ya nunggunya. Sory bangetlah ya. Soalnya jalanan pada macet semua.” Ocehan Jem membuat ku berhenti menekan tombol – tombol keyboard. Teman satu kelompok ku itu datang bersamaan dengan Krislop manusia yang termasuk satu kelompok ku. “”bentar lagi kepala kalian juga terkena macet. Ini aku udah ngerjain tugas kita dengan tuntas. Jangan sungkan – sungkan di salin ulang.” Perkataan Jojo mengkerutkan kening ku. ku lihat dia memberikan lembaran – lembaran kertasnya kearah Jem. Sebenarnya aku keberatan, tapi, aku tak mau membahasnya. Kubiarkan mereka bergerak sebebas yang mereka mau. Walau aku yang harus tertekan waktu.
                  Malam ini aku benar – benar kelelahan. Tapi, tugas –tugas itu terus mengincar waktu ku. aku seakan tak bisa bergerak bebas. Seperti disekat dalam ruangan sempit yang menyesakkan. Ingin sekali aku keluar dari segala kepenatan ini. Mungkin belum saatnya. Ku biarkan saja waktu terus melaju membawa ku menyelesaikan segala kisah – kisah. Aku hanya menjalankan dan memperjuangkan perjalanan hidup ku.
                  Aku mengambil ponsel ku dan membuat panggilan baru. Tiga kali nada penghubung ponsel terdengar ditelinga ku. setelah itu aku mendengar suara yang terdengar ceria. Suara itu yang selalu membuatku bisa menumpaskan keresahan bathinku. “ haloo saiiank..” aku mebalasnya dengan sedikit melemah, “sayang,, aku lagi suntuk.” “suntuk kenapa? Lagi ada masalah?” tanyanya dari seberang. “Cuma masalah tugas aja sih. Ooo..oo.. banyak kali lah tugas ku. suntuk kali aku jadinya.” Suara ku mengadu. “ Tugas kok disuntukin. Tugasnya aja gak nyutukin kita. Kerjain aja semampu saiiank.” Ungkapnya santai. “tapi, ini benar – benar membuat ku suntuk. Belum lagi selesai yang satu udah datang tugas yang lain. Aahhkkkk!!! Mau pecah kepala ku Chelsiiiii..” aku semakin megadu.
                  “ Jangan suntuk gitu dong sayang. Sayang harusnya jadiin tugas itu jadi teman. Anggap aja kalau tugas itu adalah bagian hidup sayang. Tugas jangan dijadiin beban, karena itu hanya buat sayang terbebani. Kerjakan aja semampu sayang.” Suara itu mendinginkan pikiran ku. dengan suara yang sedikit dilembutkan aku membalas suaranya, “ ia sayang. Tapi, nanti udah capek – capek ngerjain, udah maksimal, dan udah sebaik mungkin tetatp aja nilainya gak sebaik yang diharapkan.” Chelsi membalas ucapan ku dengan lembut, “ masalah nilai gak usah terlalu dipikirkan sayang. Pikirkan bagaimana sebaiknya agar tugas itu selesai dengan baik. Bukan nilai yang menentukan kita bisa maju. Nilai hanya pemicu semangat kita untuk tetap berusaha. Angka – angka nilai yang tertempel dikertas itu bukan segalanya yang membawa kita menjadi teratas. Kan yang terpenting usaha dan kemauan. Yang penting sayang punya kekreatifan. Jangan nyerah gitu dong sayang.” Aku tersenyum sendiri sambil berujar, ia sayang ku yang bawel.” “yee,, dikasi semangat malah di bilang bawel. Hhuu…” balasnya dengan suara manja.
                  aku membayangkan wajah wanita yang sudah melekat dihidupku itu tersenyum manis. Sambil mendengar celotehannya, aku tersenyum sendiri. Dia wanita yang baik, meski pun terkadang suka cerewet. Tapi, kecerewetan itu yang membuat ku merasa diperhatikan. Dia adalah salah satu dari antara orang – orang yang selalu ada memberi ku semangat. Motivasinya selalu membuat ku merasa kuat menghadapi kehidupan sebagai anak kampus yang penuh dengan lembaran – lembaran putih dan sejuta kata – kata. Malam semakin larut, aku masih terus menempelkan ponsel ditelinga ku. Hingga aku mata ku terpejam terbawa larut malam.
                  Siang ini cuaca sangat panas. Aku yang masih berjalan diatas setapak – setapak jalan raya terus menelusuri perjalanan. Seperti biasanya aku berjalan dibawah terik matahari yang menelan kesejukan bumi. Setelah menapaki jalan beraspal, aku sampai digerbang kampus. Sambil berlari kecil aku menyeka keringat ku. aku sedikit lega. Ternyata dosennya belum datang. Ku duduki bangku kosong yang belum berpenghuni. Aku melihat sekeliling ku. mencari manusia aneh yang selalu bersama ku. Dari pintu seseorang meneriaki nama ku, “ Adit!!” Aku mengarahkan tatapan ku kearah pemilik suara itu. Dia langsung duduk disampin ku. “ Tadi aku ngantar tugas – tugas kekantor dosen. Terus kekamar mandi. Siap kekamar mandi baru masuk kelas.” Celoteh seperti rel kereta api yang melaju. “ gak ditanya..!” balas ku singkat. “ emang, Cuma kau kecarian aja kan?” Jojo membalas dengan senyumannya. Aku terdiam tanda mengiyakan.
                  “ Dit, tadi aku liatin tugas kita yang kemarin. Kasian banget nilai mu. Udah kau yang capek – capek ngerjain, malah dapat nilai 75. Teman – teman yang tinggal ngopi dari lembaran tugas mu nilainya bagus – bagus semua. Ada 80 sama 85. Kau sih, tulisannya jelek.” Ungkapan Jojo membuat ku jadi kesal. “ aku tau tulisan mu bagus. Tapi, gak usah ngejek gitulah.” Ketus. “ heheh,, jangan marah lah Mas Broo yang pentingkan kerjaan mu. Aku tulisannya bagus Cuma dapat 65. Soalnya teori – teorinya dari teori mu ku ringkas.” Jojo masi saja tetap semangat. Aku memang selalu melihat semangat dalam dirinya. Walau dia tergolong orang yang lumayan pemalas dan tak mau tau masalah nilainya, dia selalu semangat. Baginya dunia itu hanya tempat untuk bersenang – senang. Tempat manusia bisa menentukan apa yang dia inginkan. Tanpa harus memikirkan segala hal yang membuat hidup menjadi susah. Jojo memang manusia aneh yang sudah menjadi bagian dari kisah ku. seorang sahabat yang bisa mengisi cerita hidup ku.
                  Setengah hari aku menempati kampus ku. Ku lirik Jam ditangan ku. pukul 18.10. sudah saatnya untuk pulang. Jojo sudah lebih dulu pulang. Dengan kebiasaan yang mendarah daging dalam kisah ku, aku masih saja menapaki smabil menanti – nanti angkot yang bisa mengantar ku smapai ke gang rumah. Waktu ters berlalu. Angkot yang ku tunggu belum juga datang. Aku masih terus menapaki jalan yang semakin gelap. Saat aku sampai di gang rumah ku. aku menoleh kebelakang. Angkot yang ku tunggu lewat begitu saja. Kekesalan semakin membuntuti ku. “ hhaa,, dari tadi bukannya lewat. Udah sampai digang rumah baru lewat. Oohh..!!” bathin ku kesal. Aku terus menjalani gang rumah ku. sesampai didepan rumah ku buka pintu rumah. Ku hidupkan lampu untuk menerangi rumah ku yang tadinya gelap. Secara perlahan aku membuka pintu kamar dan masuk. Ku rebahkan badan ku diatas kasur yang sudah berumur hampir dua tahun. Ku tatap langit – langit kamar ku yang putih. Rasa lelah seakan menyelimuti tubuh ku hingga aku tak bisa bergerak lagi. Hari ini benar – benar melelahkan.
                  Seperti biasanya, bila jam jarum jam nenunjukkan pukul 20.00 WIB, yang ku lakukan pasti bermain dengan pulpen dan kertas – kertas yang menanti ku. kali ini, pikiran ku tak bisa fokus. Ku raih ponsel yang ada disamping ku sambil menunggu sahutan dari suara seberang, aku masih terdiam.
                  “ Halo, dengan saya Sari Chelsiah disini. Ada yang bisa saya bantu?” sahutan suara lembut itu membuat ku tersenyum. “ hmm,, emang kantor polisi? Minta bantuan?” balas ku. “owh,, jangan salah, rumah sakit juga bisa jadi tempat bantuan.” Ujarnya. “kalau gitu aku minta bantuan masalah krisis pikiran ajalah.”  Pinta ku. “emang pikirannya kenapa ya mas?” dia meniru suara yang berlogat jawa. Kekesalan ku sedikit terhempas. Bagi ku, dia adalah satu – satunya yang bisa menghempas kepenatan dibathin ku. wanita yang selalu bisa menjadikan ku merasakan suatu semangat baru, bila keresahan menghampiri ku. wanita terdekat yang saat ini aku punya.
                  “lagi ngapain?” Tanya ku singkat lewat ponsel ku. “lagi tiduran aja. Gak ngerjain tugas ni?” Tanya nya balik. “ sambilan. Tapi aku agak sedikit malas. Semuanya gak sperti harapan. Udah capek – capek ngerjain malah dapat nilai rendah. Yang lain tinggal nyontek aja dapat nilai tinggi. Gak terima aku.” Untuk sekian kalinya aku mengadu tentang ,masalah kuliah ku. “gitu ya. Tau darimana nilainya? Udah pembagian nilai tugas emang?” tanyanya lagi. “ dari si Jojo. Dia tadi sempat liat. Jadi malas aku ngerjain tugas yang lain. Mending nyantai aja. Nanti juga bakanlan nilai rendah.” Suara ku terdengar kesal. Aku benar – benar tidak punya semangat.
                  “masak karena nilai kau jadi nyerah. Semangat dong. Gak selamanya nilai rendah itu menempel dikertas kita. Lagian nilaikan belum tentu jalan menuju kesuksesan.” Suaranya mendorong ku untuk semangat. Tapi, aku masih belum bersemangat. “ karena bukan kau yang rasaiin. Coba kau diposisi ku. pasti kesal.” Ujar ku. “pernah kok aku rasain yang seperti itu. Aku memang kesal. Aku yang capek, malah yang tinggal nyontek yang lebih baik nilainya. Tapi, aku gak ma uterus larut dalam kekesalan. Kalau aku kesal terus ngabisin waktu doang. Mending terus berusaha. Karena hasilnya bukan didapat dari nilai. tapi, dari kesuksesan. Meski nilai gak mendukung, asal kreatifitas mu membuahkan hasil. Kalau ngerjain tugas kampus itu jangan dicari nilainya. Tapi, cari bagaimana caranya supaya itu tugas bisa selesai dengan baik. Yang penting terus semangat dan berusaha.” Kalimat yang diutarakannya dengan panjang itu, membuka semangat lagi. Dia selalu bisa memberikan kata – kata yang bisa membuat ku tenang. “hee,, kayak ibu rumah tangga aja ngasi nasihat.” Goda ku. “hhuu,, biarin! Dari pada situ kayak kambing yang mengerutu. Wweekk.” Balasnya. Sambil terus berkomunikasi, aku masih menempelkan ponsel ditelinga ku. hingga larut malam membawa waktu terus menjajaki dinginnya malam. Ku lihat ponsel ku yang masih dalam panggilan. “halloo..sayang..hallo..” tak ada sahutan. Aku menutup komunikasi ku dengan Chelsi. Dan menutup mata, menanti cahaya pagi yang segera akan menyapa.
                  Kali ini cuaca begitu cerah. Aku terbangun pukul 07.15. Setelah membasuh muka, ku rapikan kamar ku yang berserakan kertas – kertas tugas. Ku lihat ponsel ku yang sudah terisi pesan. Sebuah kalimat yang menyapa dan memberikan ku semangat. Suatu kebiasaan yang sudah ku dapati. Aku masih bergumul dengan pulpen dann kertas – kertas putih. Sambil menunggu jam dua siang. Aku mengerjakan tugas untuk hari – hari berikutnya.
                  Waktu mengantarku menuju kampus tercinta. Seperti biasanya, aku menelusuri jalan – jalan yang penuh dengan cerita. Anak – anak yang berlari dengan ceria, took – toko yang berjejeran, pohon – pohon yang berdiri dengan jarak yang cukup berjauhan. Tak lepas dengan kendaraan yang berlalu lalang, ditemani asap – asap yang terhembus angin. Aku berpikir sejenak, selama masih bisa kenapa kaki tidak digunakan? Kaki selalu bisa mengantar kita memasuki banyak cerita diluare kehidupan kita.tentang pengalaman yang belum pernah kita rasakan dan tentang  kisah – kisah nyata dibawah langit.
                  Ponsel yang dikantong ku berbunyi. Sambil berjalan ku baca sms Chelsi yang menulis seuntaian kata – kata yang mengukir senyum semangat dibibirku. “Terkadang kita tak bisa terima apa yang menghampiri kita. Tak sesuai dengan harapan disetiap usaha kita. Tapi, bukan berarti kita menjadi terdiam hingga tak mau lagi bergerak bebas. Teruslah berjuang. Dan jadilah seseorang yang bisa menemukan cahaya. Bukan meredupkan hidup ketika disekeliling kita tak memberi pijar. Karena cahaya hidup itu cuma kita yang bisa menemukan.”
                  Aku mengembalikan kembali ponsel ku kedalam kantong. Semangat yang selalu dia berikan membuat ku bisa bertahan ketika aku merasa tak ada celah untuk bebas. Aku tak lagi peduli dengan – dengan kertas – kertas yang menuntut ku. ku biarkan saja tangan ku menari bebas diatasnya bila kertas itu meminta untuk diisi. Tak peduli tentang nilai – nilai yang hanya sekedar tertulis dilembaran tugas ku. yang terpenting aku bisa menyelesaikannya dengan baik. Aku bukan mengejar nilai yang tertuangkan, tapi kekreatifan hidup dimasa depan.
                  Aku hidup untuk mencari cahaya. Agar bisa menembus ruang – ruang yang menantangku. Mencari cahaya untuk bisa mengantarku meraih masa depan yang cerah. Tak peduli bila harus meniti kabel – kabel penyambung cahaya kehidupan. Harus bisa melalui tantangan arus kehidupan. Ku langkahkan kaki ku dengan pasti. Memasuki satu gerbang yang menjadi salah satu sasaran tempat aku menemukan cahaya itu. Karena bila nanti tempat ini ku tinggalkan, akan ada tempat lain yang lebih baik untuk aku benar – benar mendapati cahaya. Sampai saatnya aku benar – benar memiliki  cahaya yang mampu menerangi hidupku dan kehidupan luar. Untuk itu aku tetap semangat berjuang, karena aku sang pencari cahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar