I.
PENDAHULUAN
Penafsiran adalah hal yang sering kita dapati bahkan
lakukan didunia pelayanan terkhusus disaat kita
memberikan penjelasan mengenai Alkitab. Sebenarnya penafsiran bisa
dilakukan dalam kehidupan sehari – hari untuk menjelaskan suatu peristiwa yang
terjadi. Tetapi memang, penafsiran
sangat erat bagi kehidupan orang Kristen untuk bisa menafsirkan tentang Alkitab
yang menjadi pedoman hidup orang Kristen. Dan hal itu bisa terlihat disaat
orang – orang Kristen sedang berkhotbah dan mendengarkan khotbah digereja. Dan
bahkan dipersekutuan – persekutuan mereka. Sebenarnya, penafsiran dalam gereja
itu memiliki sejarah penting yang bisa dikutip untuk kita pelajari. Sejarah
merupakan suatu peristiwa masa lampau yang mempunyai pengaruh penting bagi masa
sekarang. Dan disini kita akan membahas bagaimana sebenarnya sejarah gereja
tentang penafsiran mulai dari abad pertengahan sampai dengan reformasi.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
PA
PA merupakan singkatan dari Penelahaan Alkitab. Penelahaan
berasal dari kata telaah yaitu penyelidikan, kajian, pemeriksaan, penelitian.[1]
Alkitab ialah Firman Allah, wahyu Allah yang tertulis bagi manusia merupakan
sumber kebenaran, pedoman dan iman.[2]
Alkitab itu merupakan Karya Roh Kudus. PA adalah usaha atau kegiatan yang
dilakukan oleh sekelompok orang atau persekutuan orang Kristen untuk
mempelajari ajaran atau isi Alkitab.[3]
Makna PA ialah usaha bersama untuk menafsirkan Alkitab. Dalam hal ini tugas
pemimpin PA dalah menghimpun peserta supaya bisa membaca dan menggali makna
teks atau pemimpin bertugas memandu peserta supaya bisa secara bersama – sama
membaca manfsir dan maemaknai teks Alkitab yang digumuli. Dengan demikian,
semua peserta dipandang sebagai penafsir, supaya sampai kepada tujuan PA itu.[4]
2.2
Tentang
Penafsiran
Penafsiran berasal dari kata tafsir. Ilmu tafsiran
atau hermeneutic berasal dari kata yunani yaitu hermeneuo, yang artinya menginterpretasi, menjelaskan,
menerjemahkan. Tujuan penafsiran yang baik adalah untuk menemukan pengertian
yang jelas dari teks tersebut sehingga pembaca mengerti akan berita yang
disampaikan oleh Alkitab. Dan faktor penting dalam penafsiran ialah penafsir. Penafsiran
ialah unsur atau usaha mencari arti, menjelaskan dan menerjemahkan sesuatu agar
mudah dimengerti. Dikehidupan sehari – hari, penafsiran sering dilakukan secara
sadar maupun tidak sadar pada apa yang dilihat dan didengar. Penafsiran memang
bertujuan memahami makna yang disampaikan melalui komunikasi. Penafsiran bukan
saja berkaitan dengan waktu, yaitu masa lalu dan masa kini. Penafsiran juga
berkaitan dengan budaya, yaitu pandangan dunia dalam masyarakat pertanian,
dalam masyarakat industry bahkan dalam masyarakat pascaindustri. Dalam
penafsiran yang berperan penting ialah hermeneutik (ilmu tafsir). Karena
hermeneutik merupakan mata pelajaran penting yang harus diikuti untuk membahas
sejarah, peranggapan, aliran, prinsip dan metode penafsiran.[5]
Tahun 1906 sebagian sarjana mengalihkan perhatian mereka kepada pembaca. Karena
pembaca merupakan pusat yang melahirkan makna. Pemahaman bergantung dengan posisi
dimana pembaca itu berada. Disini, fungsi hermeneutik tidak hanya terbatas pada
pencarian maksud yang disampaikan oleh penulis Alkitab kepada pembaca pertama
tetapi juga kepada pembaca masa kini (semua pembaca).[6]
Hermeneutik menggunakan cara – cara ilmiah sebagai
ilmu maupun seni. Sebagai ilmu, hermeneutic menggunakan cara-cara ilmiah
menemukan maksud yang ingin disampaikan penulis Alkitab. Hermeneutik sebagai
seni dilihat dari upaya komunikasi. Penerapan prinsip dan metode ini memerlukan
rasa seni, yang membuat seorang penafsir mampu menyelami perasaan penulis atau
menghargai keindahan sebuah kitab. Penafsir yang bermutu menaruh perhatian yang
seimbang kepada unsur ilmiah dan seni. Tafsiran harus dapat menjelaskan apa
yang kuarang jelas, dan menjawab pertanyaan yang timbul dalam hati pembaca
Alkitab. Aspek yang diperlukan diperhatikan dalam penafsiran ialah pertplpngan
Roh Kudus, iman kepercayaan dan kerohanian penafsir.[7]
Sejak dahulu kala ahli – ahli teolog memikirkan
dengan cara bagaimana nats Alkitab harus ditafsirkan dan dikenakan sehingga
dimengerti oleh pendengarnya pada suatu masa dan disuatu tempat tertentu. Dalam
gereja lama terdapat suatu aliran yang kuat yang berpegang pada tafsiran
alegoris, yang artinya didalam nats masing – masing dicari arti yang rahasia
yang tidak diketahui oleh para pembaca yang biasa. Tafsiran ini berasal dari
filsafat Yunani Aleksandria, pelopor utamanya Bapa Origenes.[8] Dan
bahkan penafsiran alegori ini berpengaruh sampai kepada reformasi.
2.3
Sejarah
Perkembangan Penafsiran Alkitab Dalam Gereja Abad Pertengahan
Memang sulit membahas membahas abad pertengahan ini.
Namun, ada sebuah yang sangat menonjol pada masa ini, yaitu pemakaian secara
luas penafsiran alegoris. Pada masa ini Alkitab diartikan dalam dua bagian
besar, yaitu makna rohani dan makna harfiah. Dan makna yang terpenting ialah
makna rohani, yang dibagi menjadi:
a. Makna
alegoris atau penjelasan yang menggabungkan penafsiran tipologis dan alegoris.
b. Makna
tropologis atau moral.
c. Makna
analogis, yaitu analogi antara gereja sekarang dan gereja eskatologis.[9]
Dalam masa abad pertengahan ada beberapa faktor
yang diperlukan diperhatikan:
a. Gereja
Roma Katolik menerima Vulgate sebagai
terjemahan resmi. Bahasa Latin menjadi bahasa yang dipakai. Bahasa asli Alkitab
tidak begitu dikenal.
b. Apa
yang ditafsir dengan resmi oleh Gereja Roma Katolik harus diterima para
penafsir.
c. Gereja
Roma Katolik percaya ada wahyu tertulis (Alkitab) dan wahyu lisan (tradisi).
Keduanya saling melengkapi. Hanya gereja, yang memiliki kedua – duanya sanggup
menjelaskan Alkitab.
d. Gereja
Roma Katolik sangat menghormati karya bapa – bapa gereja, sehingga banyak
penafsiran pada masa itu bukan menafsir Alkitab, tetapi menafsir tulisan
bapa-bapa gereja.
e. Biara
jadi pusat penyelidikan Alkitab, tetapi gereja tidak memerhatikan penafsiran
Alkitab, sehingga tidak menghasilkan penafsiran yang baru dan kreatif. Kaum
Awam khususnya mereka yang kurang pendidikan tidak diperkenakan belajar
Alkitab.
f. Dengan
bertambah besarnya kuasa gereja, hal – hal yang tidak sesuai dengan Alkitab
makin merajalela, tkhayul bertambah banyak di dalam gereja.
g. Tafsiran
Alkitab dibuat berkisar pada hal – hal praktis atau untuk tujuan berkhotbah.
h. Ada
sebagian penafsiran mewarisi tradisi orang Yahudi, yang percaya setiap huruf
mengandung makna yang sangat dalam. Itu sebabnya penafsiran mereka sangat
kakau, keran memerhatikan setiap huruf yang ada didalam Alkitab. [10]
Ada
beberapa tokoh yang cukup unik pada masa ini, yaitu:
1.
Thomas
Aquinas (1225 – 1274)
Tokoh ini sangat terkenal karena ia mengenal isi
Alkitab. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ia sanggup menghafal seluruh isi
Alkitab. Dalam menafsir ia melihat perbedaan antara filsafat dan agama, rasio
dan iman kepercayaan. Bagi dia, rasio berfungsi menolong seorang melihat
kebenaran yang diberikan melalui wahyu. Thomas mendukung pandangan Gereja Roma
Katolik dan dia mencoba membangun iman kepercayaan diatas fondasi filsafat atau
rasio. Ia percaya bahwa tidak tepat penafsir Alkitab membatasi makna Alkitab
hanya pada makna harfiah. Sambil menekankan pentingnya penafsiran harfiah,
Thomas secara aktif menafsir Alkitab dengan beberapa macam makna lain. Dia
dikritik karena menerima, tanpa ragu – ragu, penafsiran alegoris bapa – bapa
gereja.
2.
Nicholas
dari Lyra (1279 – 1340)
Nicholas boleh dipandang sebagai tokoh,yang
menjembatani Abad Pertengahan dan masa Reformasi, yang sangat mempengaruhi
Martin Luther. Dulu ia memang tidak bebas dari pengaruh pandangan – pandangan pada masa itu, dan
bahkan ia masih menerima penafsiran yang membaca Alkitab dengan empat macam
makna. Tetapi, pada hakekatnya ia hanya menekankan dua macam makna yaitu: makna
harafiah dan makna mistis. Bagi dia, makna mistis harus berdasarkan makna
harfiah. Ia tidak setuju kalau sampai makna mistis mencekik makna harfiah.
Suatu penafsiran dan doktirn itu harus dibuktikan berdasarkan makna harafiah.
Ia sangat dipengaruhi oleh rabi Solomon Isaac (Rashi, 1040 – 1105). Ia
mengkritik terjemahan Vulgate yang tidak selalu cocokdengan Kitab Suci dalam
bahasa Ibrani. Karena menguasai bahasa Ibarani, panafsirannya atas PL lebih
baik daripada penafsiran atas PB.[11]
Pada Abad Pertengahan ini,aliran mistis hidup
berdampingan dengan pikiran skolastik. Bagi aliran ini, Alkitab merupakan alat
bagi pengalaman mistis. Kitab yang penting bagi mereka adalah Kitab Kidung
Agung. Mereka mereka menafsir hubungan Kasih dalam kirtab tersebut sebagai
hubungan Allah dengan umat-Nya, dan sukacita yang dilukiskannya adalah sukacita
dalam hubungan ini. Mereka ingin berolah hubngan yang erat antara jiwa manusia
dan Allah melalui meditasi, pemujaan dan perasaan. Jadi, mereka mementingkan
pengalaman dan perasaan, buka liturgi yang formal dan rasio. Pandangan –
pandangan mistis mereka memberi sumbangsih yang berarti terhadap penafsiran
Alkitab dalam hal pengertian rohani. Kesungguhan mereka juga patut diteladani.
Namun, demikian, aliran mistis yang ekstrem sering melalaikan doktrin yang
sehat dan kuat, bahkan menimbulkan bidah – bidah. Tokoh – tokoh St. Victor dan
Bernadus dari Clairvaux termasuk dalam aliran mistik ini.
3.
Hugo
dari St. Victor (1096 – 1141)
Karena lebih dipengaruhi unsur skolastik, golongan
St. Victor condong membangun system yang ilmiah. Ia tidak sama dengan golongan Bernardus
yang begitu mementingkan pengalaman pribadi. Hugo percaya bahwa Alkitab
mengandung 3 pengertian, yaitu sejarah, alegoris dan analogical. Contoh: Ayub,
yang namanya berarti seorang yang sengsara, menunjuk Kristus yang menanggung
beban kita. Tetapi Ayub, yang menyesali dosanya menunujuk jiwa – jiwa yang
bertobat. Pengertian yang pertama alegoris, yang kedua adalah analogikal. Bagi
Hugo, jiwa manusia memiliki 3 pengertian dan visi, yaitu mata jasman, mata
rasio, dan mata perenungan. Mata terakhir ini berhubungan dengaan hal – hal
rohani. Pada kejatuhan manusia, mata rasioa sudah dibukakan, sedangkan mata
perenungan sudah hilang. Anugerah keselamatan dapat memulihkan mata terakhir
ini, mereka yang memiliki Roh Allah, akan memiliki Allah dan melihat Allah. Allah menciptakan
manusia sebagai sebagai makhluk yang berasio supaya dia dapat mengerti, dengan
mengerti dia dapat dicintai, dengan mencintai dia memiliki, dengan memiliki dia
menikmati. Lima bagian dari kehidupan agama adalah pembacaan, refleksi, doa,
kelakuan, dan perenungan.[12]
4.
Richardus
dari St. Victor (kira – kira 1123 – 1173)
Ricahrdus, murid Hugo, yang meneruskan prinsip dan metodenya.
Tidak seperti Hugo, dia tertarik pada filsafat. Karyanya dapat dibagi kedalam
kelompok dogmatis, mistis, dan eksegetikal. Penafsiran yang berpola alegoris
dinilai aneh, berlebihan, bombabtis, jika dibandingkan dengan penafsiran Hugo.
Dia menggambarkan tahap perenungan, yang dimulai dengan merenungkan ciptaan
yang kelihatan (seni dan alam) hingga terpesona dimana jiwa manusia dibawa
melampui dirinya datang kepada hadirat Ilahi. Ia dijuluki sebagai Bapak
Perenungan.[13]
5.
Bernardus
dari Clairvaux (1090 – 1153)
Bernardus adalah seorang biarawan yang sangat
mengenal Alkitab dan berkarakter baik. Bernardus percaya doa dan kesucian
adalah jalan untuk mengenal Allah. Kehidupan biara adalah cara mengembangkan
dua kebajiakan dasar keKristenan, yaitu rendah hati dan kasih. Kata penting
Bernades adalah Kasih. Bagi Bernades pusat
mistik adalah Kristus. Dia percaya dengan merenungkan Kristus, jiwa manusia
dipenuhi pengetahuan dan kegembiraan yang luar biasa. Pada dasarnya penafsiran
Bernardus bercorak alegoris.[14]
2.4
Sejarah
Perkembangan Penafsiran Alkitab Dalam Gereja Masa Renaisans
Renaisans merupakan masa yang penuh perubahan. Jadi
reformasi yang dimulai Luther dan teman – temannya tidak datang begitu saja
terlepas dari masa ini. Maka dari itu penafsiran reformasi dimulai dari masa
Renaisans. Renaisans dimulai dengan
bangkit kembalinya perhatian kepada kesustraan klasik, berkembangnya kesenian
dan kesustraan baru dan tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Pada masa ini memberi penafsiran yang lebih sehat.
Pertama, dalam membaca Alkitab, kerativitas manusia dirangsang untuk berkembang
dan jiwa kritis pun berkembang. Kedua, bangkitnya perhatian baru kepada karya
satra setelah sekian lama tertutup. Beberapa tokoh masa ini yang perlu
disinggung secara singkat disini adalah:
1.
Yohanes
Reuchlin (1455 – 1522)
Tokoh ini merupakan seorang humanis yang menunjukkan
kepandaiannya dalam mengasai banyak pengetahuan khususnya bahasa Yunani,
Ibrani, dan Latin. Dalam penafsirannya, ia tidak terlepas dengan penafsiran
alegoris. Dimatanya, setiap nama, huruf, dan angka dalam PL mempunyai makna
yang dalam. Namun, secara tidak sadar ia menyiapkan tokoh reformator pada
bukunya yang berbicara sebagai pelopor penyelidikan bahasa Ibrani di Eropa.[15]
2.
Yohanes
Colet (1467 – 1519)
Pada mulanya Colet ialah penafsir alegori. Namun,
setelah kembali dari daratan Eropa dan memberikan kuliah di Oxford, ia mulai
mengajar surat – surat Paulus dengan penafsiran harfiah yang memperhatikan
konteks sejarah kitab – kitab tersebut. Colet mempengaruhi Erasmus, sehingga
dia lebih banyak memerhatikan bahasa Yunani dan penafsiran Alkitab yang tepat.
Colet juga terkenal dengan keinginannya mengubah kebiasaan kurang baik para
rohaniawan. Dia menolak dengan tegas perdebatan skolastik kuno, dan
menganjurkan penyelidikan Alkitab. Sampai meninggal dunia, Colet mungkin masih
tetap seorang humanis di kalangan Gereja Roma katolik.[16]
3.
Desiderius
Erasmus (1466 – 1536)
Ia seorang imam Gereja Roma Katolik. Colet dan
Eramus dijuluki sebagai “mata dari Jerman”. Eramus berharap agar Alkitab dapat
dimiliki oleh setiap orang, dan diterjemahkan ke dalam semua bahasa. Erasmus
mendekteksi kekurangan Gereja Roma Katolik dan menyerukan toleransi, tetapi ia
ditolak. Erasmus tetap menjunjug tinggi otaritas gereja. Untungnya, ia adalah
seorang penafsir yang memerhatikan makna historis dalam Alkitab, dan
menjelaskan Alkitabdengan cara yang masuk akal.[17]
2.5
Sejarah
Perkembangan Penafsiran Alkitab Dalam Gereja Reformasi
Dengan latar belakang Renaisans, dimulailah masa
Reformasi. Para reformator terkenal dengan sikap mereka yang sangat menghormati
Alkitab (Sola Scriptura). Bagi mereka,
Alkitab menentukan apa yang harus diajarkan gereja. Alkitab adalah firman Allah
yang tidak bersalah, yang memiliki otoritas tertinggi. Dengan demikian Alkitab
sendiri yang akan menafsir Alkitab (Scriptura
Scripturae Interpres). Mereka juga memegang prinsip semua pemahaman dan
penjelasan Alktab haruslah dicocokkan dengan analogi iman, yaitu ajaran seragam
yang berasal dari Alkitab ( Omnis
Intellectus Ac Exposito Scripturae Interpresi ). Tokoh reformator ialah:
1.
Marthin
Luther (1483 – 1516)
Beliau merupakan penafsir yang paling berpengaruh. Berikut
ini adalah beberapa prinsip penafsirannya:
a. Mengutamakan
iman dan penerangan Roh Kudus. Seorang penafsir tidak boleh mengkritik Alkitab
dengan rasionya yang hina, sebaliknya dia harus mencari makna Alkitab dengan
berdoa dan bermeditasi.
b. Alkitab
memiliki otoritas tertinggi, yang lebih tinggi daripada gereja.
c. Luther
percaya, Alkitab dapat dimengerti dan isinya bersifat konsisten. Dia menolak
penafsiran alegoris. Penafsir yang tepat harus berdasarkan bahasa asli Alkitab.
d. Setiap
orang Kristen dapat mengerti Alkitab tanpa pertolongan atau petunjuk gereja.
Alkitab harus ditafsir berdasarkan Alkitab yaitu menafsir ayat yang kurang
jelas berdasarkan ayat yang lebih jelas tanpa harus mengikuti tradisi lisan
gereja.
e. Kristus
adalah pusat Alkitab. Setiap prinsip harus diuji membawa orang Kristen kepada
Kristus.
f. Penafsir
perlu membedakan Taurat dan injil. Taurat berfungsi menunjukkan kesalahan
mnusia, sedangkan Injil merupakan anugerah penyelamatan dan kuasa Allah.
Seorang penafsir yang baik harus sanggup membedakan dua aktivitas Allah yang
tidak sama ini.
Luther patut dipuji karena usahanya menerjemahkan
Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Pekerjaan ini memakan waktu 12 tahun dan
menuntut penafsiran analisis yang tepat. Luther terkenal dengan pengalaman
rohaninya yang mengesankan. Dia sungguh seorang yang disiapkan untuk pekerjaan
reformasi. Namun, Luther hanya menghormati Injil Yohannes, surat – surat Paulus
dan 1 Petrus. Ia menunjukkan sikap yang kurang hormat kepada Surat Ibrani,
Yakobus, dan Yudas.[18]
2.
Yohanes
Calvin (1509 – 1564)
Calvin dinilai sebagai penafsir yang paling baik
pada zaman reformasi. Ia orang pertama dalam sejarah gereja yang mampu menafsir
Alkitab secara ilmiah. Tafsirannya hampir mencakup semua kitab, merupakan karya
yang sangat bernilai. Luther adalah pelopor penafsiran yang baru, sedangkan
Calvin pemakai penafsiran yang menjadi teladan. Bagi Calvin keunggulan penafsir
terletak pada kemampuannya menyampaikan tafsiran dengan singkat dan jelas.
Tugas utama seorang penafsir adalah memberi kesempatan kepada penulis Alkitab
berbicara apa yang dia ingin sampaikan, bukan apa yang penafsir mengira bahwa
dia seharusnya menyampaikan. Beberapa prinsip Calvin dapat diarngkumkan sebagai
berikut:
a. Penafsir
perlu mengutamakan penerangan Roh Kudus. Kepandaian manusia tidak dapat
menggantikan penenrangan-Nya.
b. Calvin
menolak sama sekali penafsiran alegoris. Bagi dia penafsiran ini merupakan alat
yang dipakai setan untuk membawa manusia jatuh dari kebenaran Alkitab. Dia juga
menolak penafsiran lain yang tidak mantap.
c. Alkitab
harus ditafsir berdasarkan Alkitab. Seorang penafsir harus memperhatikan tata
bahasa, konteks, dan lain – lain dari bagian Alkitab yang ingin ditafsir.
d. Calvin
sangat berhati – hati dalam penafsiran nubuat tentang Mesias. Penafsri perlu
memperhatikan latar belakang historis nubuat tersebut.
e. Calvin
sangat menghormati Alkitab, kitab yang diilhamkan Allah. Dengan sikap seperti
ini, ia tetap memperhatikan perbedaan gaya bahasa atau kesastraan yang
ditunjukkan masing – masing penulis Alkitab.
Calvin dipuji karena tafsirannya menjelaskan Alkitab
dengan hidup. Dia benar – benar menyelami jiwa penulis Alkitab. Ia mampu
menarik kesimpulan khusus dan ajaran umum. Tafsirannya singkat dan jelas. Ia
memahami Alkitab berdasarkan makna harfiah. Calvin juga menaruh perhatian
kepada konteks bagian Alkitab yang ditafsirnya serta tujuan penulisan kitab. Namun, calvin masih membuat keslaahn dalam
penafsiran makna kata dan sinstaksis.[19]
3.
Philip
Melanchton
Melanchton memberi sumbangan penafsiran tentang
kebebasan. Kebebasan dalam pikiran manusia dikaruniakan Tuhan kesanggupan dalam
kebebasan. Latar belakangnya yang humanism turut mempengaruhinya menentang
keras kekuasaan Katolik Roma sebagai badan yang berwenang atau berkuasa atas
firman Tuhan (Alkitab). Ia mencurahkan perhatiannya kepada studi bahasa Yunani
demi memajukan penelitian terhadap Alkitab.
4.
Zwingly
Zwingly memulai pembaharuan gereja melalui seminar
PL di Zurick (1525). Ia dan kawan – kawannya berusaha menafsirkan kitab – kitab
PL. ciri khas Zwingli dalam penafsirannya ialah Eksegese, humanistis,
spritualistis, dan social politis. Menurutnya, adanya firman Allah dalam
Alkitab adalah karena kekuasaan Roh Kudus.[20]
III.
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah
penafsiran pada abad pertengahan memberikan ajaran penafsiran yang alegoris dan
harafiah. Dan bahkan pada masa itu Gereja Roma Khatolik lebih terlihat
kekuasaannya dalam menjelaskan makna dibanding Alkitab. Mereka juga lebih
menghormati bapa – bapa gereja, sehingga mereka lebih menafsirkan tulisan –
tulisan bapa – bapa gereja dibandingkan Alkiab. Padahal Alkitab sendirilah yang
harus menjadi pondasi dan poros penafsiran. Namun, meskipun ada beberapa tokoh
yang setuju terhadap penafsiran itu seperti Thomas Aquinas (1225 – 1274), Hugo
dari St. Victor (1096 – 1141) dan Bernardus dari Clairvaux (1090 – 1153). Ada
juga yang mulai tidak menyukai penafisran alegoris dan pendapat bapa – bapa
gereja seperti Nicholas dari Lyra (1279 – 1340), dan Richardus dari St. Victor
(kira – kira 1123 – 1173). Penafsiran mereka dipengaruhi aliran mistis.
Dalam zaman masa Renaisans yaitu masa penuh
perubahan. Disinilah penyelidikan penafsiran reformasi dimulai. Meskipun
begitu, para tokoh pada masa itu masih terkait dengan penafsiran alegoris
seperti Yohanes Reuchlin (1455-1522), namun ia ia merupakan pelopor penyelidkan
bahasa ibrani dan secara tidak ia menyiapkan tokoh reformator seperti
Melanchton. Yohanes Colet juga masih berkaitan dengan penafsiran alegori dan
mengajarkan dengan panfasiran harafiah, namun ia bisa mengubah kebiasaan kurang
baik para rohaniwan. Dan Erasmus yang pada masa itu ialah seorang tokoh yang
tidak berkaitan dengan penafsiran alegoris tetapi pada penafsiran historis, ia
menjelaskan Alkitab dengan masuk akal dan bahkan mendekteksi kekurangan Gereja
Roma Khatolik.
Pada zaman reformasi disinilah didapati para
reformator terkenal dengan sikap mereka yang menghormati Alkitab (Sola Scriptura). Mereka juga memegang
prinsip dan pemahaman serta penjelasan Alkitab yang dicocokkan dengan analogi
iman, yaitu ajaran berasal dari Alkitab. Tokoh yang sangat berpengaruh ialah
Luther. Ia berpendapat dalam penafsiran Alkitab harus berpusat kepada Kristus
dan mengutamakan iman dan penerangan Roh Kudus, tanpa mengkritik Alkitab dengan
rasio yang hina. Karena Alkitab memiliki otoritas tertinggi. Namun, meskipun
dia menolak dengan tegas tentang penafsiran alegoris, ia tetap belum sama
sekali meninggalkan penafsiran alegoris, sehingga ia dikritik. Lalu tokoh
Calvin seorang penafsir pertama dalam sejarah gereja yang sanggup menfasirkan
Alkitab secara Ilmiah. Meski hampir bersamaan dengan Luther perlu mengutamakan
penerapan Roh Kudus, Calvin lebih menerapkan teorinya dengan konsisten
dibandingkan dengan Luther. Alkitab harus ditafsir dengan Alkitab dan ia mampu
menyelami jiwa penulis Alkitab, tafsirannya singkat tapi jelas dan ia menaruh
tujuan penulisan Alkitab. Melancthon memakai penafsiran kebebasan, ia menentang
keras kekuasaan Katolik Roma sebagai badan yang berwenang atau berkuasa atas
firman Tuhan (Alkitab). dan Zwingly
penafsirannya ialah Eksegese, humanistis, spritualistis, dan social politis.
Menurutnya, adanya firman Allah dalam Alkitab adalah karena kekuasaan Roh
Kudus.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Poerwardiminta,
W. J. S., KBBI, Jakarta: Balai
Pustaka, 1999.
Sproul,
R.C., Pengenalan Alkitab, Malang:
Siminari Alkitab Asia Tenggara, 1994.
Maitimoe,
metode Penelahaan Alkitab, Jakarta:
BPK – GM, 2009.
Munthe,
Pardomuan, Rekaman catatan, Rabu, 4
september 2013, pkl. 13.00 WIB
Sutanto,
Hasan, hermeneutic: prinsip & metode
penafsiran Alkitab, Malang: Literatur, 2007.
Haritonang,
Jan, Sihar, Sejarah Reformasi, Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
[1] W. J. S.
Poerwardiminta, KBBI, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1999), 228.
[2] R.C. Sproul, Pengenalan Alkitab, (Malang: Siminari
Alkitab Asia Tenggara, 1994), 102.
[3] Maitimoe, metode Penelahaan Alkitab, (Jakarta: BPK
– GM, 2009), 18.
[4] Pardomuan Munthe, Rekaman catatan, (Rabu, 4 september 2013,
pkl. 13.00 WIB)
[5] Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab, (Malang: Literatur, 2007), 3-5.
[6] Ibid, 6-7.
[7] Ibid, 8-9.
[8]H.Rothlisberger, Homilitika, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 41.
[9]Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,141.
[10]Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,, 141-143.
[11]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,, 143 – 145.
[12] Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,145 – 146.
[13] Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,, 146.
[14]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,, 146 – 147.
[15]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab, 148.
[16]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab, 149.
[17]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,150.
[18] Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,151 – 152.
[19] Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran
Alkitab,153 – 154.
[20] Jan Sihar Haritonang,
Sejarah Reformasi, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 50 - 52.
Harrah's Philadelphia Casino & Racetrack - MJH Hub
BalasHapusHARRAH'S Philadelphia Casino & Racetrack Located sporting100 in the 안성 출장마사지 heart of the Philadelphia 제천 출장마사지 waterfront, Harrah's Philadelphia Casino 부산광역 출장안마 & 충주 출장샵 Racetrack provides over 300 games and