Senin, 20 Oktober 2014

SEJARAH PENAFSIRAN GEREJA DARI ABAD PERTENGAHAN S/D REFORMASI



I.                   PENDAHULUAN
Penafsiran adalah hal yang sering kita dapati bahkan lakukan didunia pelayanan terkhusus disaat kita  memberikan penjelasan mengenai Alkitab. Sebenarnya penafsiran bisa dilakukan dalam kehidupan sehari – hari untuk menjelaskan suatu peristiwa yang terjadi.  Tetapi memang, penafsiran sangat erat bagi kehidupan orang Kristen untuk bisa menafsirkan tentang Alkitab yang menjadi pedoman hidup orang Kristen. Dan hal itu bisa terlihat disaat orang – orang Kristen sedang berkhotbah dan mendengarkan khotbah digereja. Dan bahkan dipersekutuan – persekutuan mereka. Sebenarnya, penafsiran dalam gereja itu memiliki sejarah penting yang bisa dikutip untuk kita pelajari. Sejarah merupakan suatu peristiwa masa lampau yang mempunyai pengaruh penting bagi masa sekarang. Dan disini kita akan membahas bagaimana sebenarnya sejarah gereja tentang penafsiran mulai dari abad pertengahan sampai dengan reformasi.
II.                PEMBAHASAN
2.1  Pengertian PA
PA merupakan singkatan dari Penelahaan Alkitab. Penelahaan berasal dari kata telaah yaitu penyelidikan, kajian, pemeriksaan, penelitian.[1] Alkitab ialah Firman Allah, wahyu Allah yang tertulis bagi manusia merupakan sumber kebenaran, pedoman dan iman.[2] Alkitab itu merupakan Karya Roh Kudus. PA adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau persekutuan orang Kristen untuk mempelajari ajaran atau isi Alkitab.[3] Makna PA ialah usaha bersama untuk menafsirkan Alkitab. Dalam hal ini tugas pemimpin PA dalah menghimpun peserta supaya bisa membaca dan menggali makna teks atau pemimpin bertugas memandu peserta supaya bisa secara bersama – sama membaca manfsir dan maemaknai teks Alkitab yang digumuli. Dengan demikian, semua peserta dipandang sebagai penafsir, supaya sampai kepada tujuan PA itu.[4]
2.2  Tentang Penafsiran
Penafsiran berasal dari kata tafsir. Ilmu tafsiran atau hermeneutic berasal dari kata yunani yaitu hermeneuo, yang artinya menginterpretasi, menjelaskan, menerjemahkan. Tujuan penafsiran yang baik adalah untuk menemukan pengertian yang jelas dari teks tersebut sehingga pembaca mengerti akan berita yang disampaikan oleh Alkitab. Dan faktor penting dalam penafsiran ialah penafsir. Penafsiran ialah unsur atau usaha mencari arti, menjelaskan dan menerjemahkan sesuatu agar mudah dimengerti. Dikehidupan sehari – hari, penafsiran sering dilakukan secara sadar maupun tidak sadar pada apa yang dilihat dan didengar. Penafsiran memang bertujuan memahami makna yang disampaikan melalui komunikasi. Penafsiran bukan saja berkaitan dengan waktu, yaitu masa lalu dan masa kini. Penafsiran juga berkaitan dengan budaya, yaitu pandangan dunia dalam masyarakat pertanian, dalam masyarakat industry bahkan dalam masyarakat pascaindustri. Dalam penafsiran yang berperan penting ialah hermeneutik (ilmu tafsir). Karena hermeneutik merupakan mata pelajaran penting yang harus diikuti untuk membahas sejarah, peranggapan, aliran, prinsip dan metode penafsiran.[5] Tahun 1906 sebagian sarjana mengalihkan perhatian mereka kepada pembaca. Karena pembaca merupakan pusat yang melahirkan makna. Pemahaman bergantung dengan posisi dimana pembaca itu berada. Disini, fungsi hermeneutik tidak hanya terbatas pada pencarian maksud yang disampaikan oleh penulis Alkitab kepada pembaca pertama tetapi juga kepada pembaca masa kini (semua pembaca).[6]
Hermeneutik menggunakan cara – cara ilmiah sebagai ilmu maupun seni. Sebagai ilmu, hermeneutic menggunakan cara-cara ilmiah menemukan maksud yang ingin disampaikan penulis Alkitab. Hermeneutik sebagai seni dilihat dari upaya komunikasi. Penerapan prinsip dan metode ini memerlukan rasa seni, yang membuat seorang penafsir mampu menyelami perasaan penulis atau menghargai keindahan sebuah kitab. Penafsir yang bermutu menaruh perhatian yang seimbang kepada unsur ilmiah dan seni. Tafsiran harus dapat menjelaskan apa yang kuarang jelas, dan menjawab pertanyaan yang timbul dalam hati pembaca Alkitab. Aspek yang diperlukan diperhatikan dalam penafsiran ialah pertplpngan Roh Kudus, iman kepercayaan dan kerohanian penafsir.[7]
Sejak dahulu kala ahli – ahli teolog memikirkan dengan cara bagaimana nats Alkitab harus ditafsirkan dan dikenakan sehingga dimengerti oleh pendengarnya pada suatu masa dan disuatu tempat tertentu. Dalam gereja lama terdapat suatu aliran yang kuat yang berpegang pada tafsiran alegoris, yang artinya didalam nats masing – masing dicari arti yang rahasia yang tidak diketahui oleh para pembaca yang biasa. Tafsiran ini berasal dari filsafat Yunani Aleksandria, pelopor utamanya Bapa Origenes.[8] Dan bahkan penafsiran alegori ini berpengaruh sampai kepada reformasi.
2.3  Sejarah Perkembangan Penafsiran Alkitab Dalam Gereja Abad Pertengahan
Memang sulit membahas membahas abad pertengahan ini. Namun, ada sebuah yang sangat menonjol pada masa ini, yaitu pemakaian secara luas penafsiran alegoris. Pada masa ini Alkitab diartikan dalam dua bagian besar, yaitu makna rohani dan makna harfiah. Dan makna yang terpenting ialah makna rohani, yang dibagi menjadi:
a.       Makna alegoris atau penjelasan yang menggabungkan penafsiran tipologis dan alegoris.
b.      Makna tropologis atau moral.
c.       Makna analogis, yaitu analogi antara gereja sekarang dan gereja eskatologis.[9]
 Dalam masa abad pertengahan ada beberapa faktor yang diperlukan diperhatikan:
a.       Gereja Roma Katolik  menerima Vulgate sebagai terjemahan resmi. Bahasa Latin menjadi bahasa yang dipakai. Bahasa asli Alkitab tidak begitu dikenal.
b.      Apa yang ditafsir dengan resmi oleh Gereja Roma Katolik harus diterima para penafsir.
c.       Gereja Roma Katolik percaya ada wahyu tertulis (Alkitab) dan wahyu lisan (tradisi). Keduanya saling melengkapi. Hanya gereja, yang memiliki kedua – duanya sanggup menjelaskan Alkitab.
d.      Gereja Roma Katolik sangat menghormati karya bapa – bapa gereja, sehingga banyak penafsiran pada masa itu bukan menafsir Alkitab, tetapi menafsir tulisan bapa-bapa gereja.
e.       Biara jadi pusat penyelidikan Alkitab, tetapi gereja tidak memerhatikan penafsiran Alkitab, sehingga tidak menghasilkan penafsiran yang baru dan kreatif. Kaum Awam khususnya mereka yang kurang pendidikan tidak diperkenakan belajar Alkitab.
f.       Dengan bertambah besarnya kuasa gereja, hal – hal yang tidak sesuai dengan Alkitab makin merajalela, tkhayul bertambah banyak di dalam gereja.
g.      Tafsiran Alkitab dibuat berkisar pada hal – hal praktis atau untuk tujuan berkhotbah.
h.      Ada sebagian penafsiran mewarisi tradisi orang Yahudi, yang percaya setiap huruf mengandung makna yang sangat dalam. Itu sebabnya penafsiran mereka sangat kakau, keran memerhatikan setiap huruf yang ada didalam Alkitab. [10]
Ada beberapa tokoh yang cukup unik pada masa ini, yaitu:
1.      Thomas Aquinas (1225 – 1274)
Tokoh ini sangat terkenal karena ia mengenal isi Alkitab. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ia sanggup menghafal seluruh isi Alkitab. Dalam menafsir ia melihat perbedaan antara filsafat dan agama, rasio dan iman kepercayaan. Bagi dia, rasio berfungsi menolong seorang melihat kebenaran yang diberikan melalui wahyu. Thomas mendukung pandangan Gereja Roma Katolik dan dia mencoba membangun iman kepercayaan diatas fondasi filsafat atau rasio. Ia percaya bahwa tidak tepat penafsir Alkitab membatasi makna Alkitab hanya pada makna harfiah. Sambil menekankan pentingnya penafsiran harfiah, Thomas secara aktif menafsir Alkitab dengan beberapa macam makna lain. Dia dikritik karena menerima, tanpa ragu – ragu, penafsiran alegoris bapa – bapa gereja.
2.      Nicholas dari Lyra (1279 – 1340)
Nicholas boleh dipandang sebagai tokoh,yang menjembatani Abad Pertengahan dan masa Reformasi, yang sangat mempengaruhi Martin Luther. Dulu ia memang tidak bebas dari pengaruh   pandangan – pandangan pada masa itu, dan bahkan ia masih menerima penafsiran yang membaca Alkitab dengan empat macam makna. Tetapi, pada hakekatnya ia hanya menekankan dua macam makna yaitu: makna harafiah dan makna mistis. Bagi dia, makna mistis harus berdasarkan makna harfiah. Ia tidak setuju kalau sampai makna mistis mencekik makna harfiah. Suatu penafsiran dan doktirn itu harus dibuktikan berdasarkan makna harafiah. Ia sangat dipengaruhi oleh rabi Solomon Isaac (Rashi, 1040 – 1105). Ia mengkritik terjemahan Vulgate yang tidak selalu cocokdengan Kitab Suci dalam bahasa Ibrani. Karena menguasai bahasa Ibarani, panafsirannya atas PL lebih baik daripada penafsiran atas PB.[11]
Pada Abad Pertengahan ini,aliran mistis hidup berdampingan dengan pikiran skolastik. Bagi aliran ini, Alkitab merupakan alat bagi pengalaman mistis. Kitab yang penting bagi mereka adalah Kitab Kidung Agung. Mereka mereka menafsir hubungan Kasih dalam kirtab tersebut sebagai hubungan Allah dengan umat-Nya, dan sukacita yang dilukiskannya adalah sukacita dalam hubungan ini. Mereka ingin berolah hubngan yang erat antara jiwa manusia dan Allah melalui meditasi, pemujaan dan perasaan. Jadi, mereka mementingkan pengalaman dan perasaan, buka liturgi yang formal dan rasio. Pandangan – pandangan mistis mereka memberi sumbangsih yang berarti terhadap penafsiran Alkitab dalam hal pengertian rohani. Kesungguhan mereka juga patut diteladani. Namun, demikian, aliran mistis yang ekstrem sering melalaikan doktrin yang sehat dan kuat, bahkan menimbulkan bidah – bidah. Tokoh – tokoh St. Victor dan Bernadus dari Clairvaux termasuk dalam aliran mistik ini.
3.      Hugo dari St. Victor (1096 – 1141)
Karena lebih dipengaruhi unsur skolastik, golongan St. Victor condong membangun system yang ilmiah. Ia tidak sama dengan golongan Bernardus yang begitu mementingkan pengalaman pribadi. Hugo percaya bahwa Alkitab mengandung 3 pengertian, yaitu sejarah, alegoris dan analogical. Contoh: Ayub, yang namanya berarti seorang yang sengsara, menunjuk Kristus yang menanggung beban kita. Tetapi Ayub, yang menyesali dosanya menunujuk jiwa – jiwa yang bertobat. Pengertian yang pertama alegoris, yang kedua adalah analogikal. Bagi Hugo, jiwa manusia memiliki 3 pengertian dan visi, yaitu mata jasman, mata rasio, dan mata perenungan. Mata terakhir ini berhubungan dengaan hal – hal rohani. Pada kejatuhan manusia, mata rasioa sudah dibukakan, sedangkan mata perenungan sudah hilang. Anugerah keselamatan dapat memulihkan mata terakhir ini, mereka yang memiliki Roh Allah, akan memiliki  Allah dan melihat Allah. Allah menciptakan manusia sebagai sebagai makhluk yang berasio supaya dia dapat mengerti, dengan mengerti dia dapat dicintai, dengan mencintai dia memiliki, dengan memiliki dia menikmati. Lima bagian dari kehidupan agama adalah pembacaan, refleksi, doa, kelakuan, dan perenungan.[12]
4.       Richardus dari St. Victor (kira – kira 1123 – 1173)
Ricahrdus, murid Hugo, yang meneruskan prinsip dan metodenya. Tidak seperti Hugo, dia tertarik pada filsafat. Karyanya dapat dibagi kedalam kelompok dogmatis, mistis, dan eksegetikal. Penafsiran yang berpola alegoris dinilai aneh, berlebihan, bombabtis, jika dibandingkan dengan penafsiran Hugo. Dia menggambarkan tahap perenungan, yang dimulai dengan merenungkan ciptaan yang kelihatan (seni dan alam) hingga terpesona dimana jiwa manusia dibawa melampui dirinya datang kepada hadirat Ilahi. Ia dijuluki sebagai Bapak Perenungan.[13]   
5.      Bernardus dari Clairvaux (1090 – 1153)
Bernardus adalah seorang biarawan yang sangat mengenal Alkitab dan berkarakter baik. Bernardus percaya doa dan kesucian adalah jalan untuk mengenal Allah. Kehidupan biara adalah cara mengembangkan dua kebajiakan dasar keKristenan, yaitu rendah hati dan kasih. Kata penting Bernades adalah Kasih. Bagi Bernades  pusat mistik adalah Kristus. Dia percaya dengan merenungkan Kristus, jiwa manusia dipenuhi pengetahuan dan kegembiraan yang luar biasa. Pada dasarnya penafsiran Bernardus bercorak alegoris.[14]
2.4  Sejarah Perkembangan Penafsiran Alkitab Dalam Gereja Masa Renaisans
Renaisans merupakan masa yang penuh perubahan. Jadi reformasi yang dimulai Luther dan teman – temannya tidak datang begitu saja terlepas dari masa ini. Maka dari itu penafsiran reformasi dimulai dari masa Renaisans.  Renaisans dimulai dengan bangkit kembalinya perhatian kepada kesustraan klasik, berkembangnya kesenian dan kesustraan baru dan tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Pada masa ini memberi penafsiran yang lebih sehat. Pertama, dalam membaca Alkitab, kerativitas manusia dirangsang untuk berkembang dan jiwa kritis pun berkembang. Kedua, bangkitnya perhatian baru kepada karya satra setelah sekian lama tertutup. Beberapa tokoh masa ini yang perlu disinggung secara singkat disini adalah:


1.      Yohanes Reuchlin (1455 – 1522)
Tokoh ini merupakan seorang humanis yang menunjukkan kepandaiannya dalam mengasai banyak pengetahuan khususnya bahasa Yunani, Ibrani, dan Latin. Dalam penafsirannya, ia tidak terlepas dengan penafsiran alegoris. Dimatanya, setiap nama, huruf, dan angka dalam PL mempunyai makna yang dalam. Namun, secara tidak sadar ia menyiapkan tokoh reformator pada bukunya yang berbicara sebagai pelopor penyelidikan bahasa Ibrani di Eropa.[15]
2.      Yohanes Colet (1467 – 1519)
Pada mulanya Colet ialah penafsir alegori. Namun, setelah kembali dari daratan Eropa dan memberikan kuliah di Oxford, ia mulai mengajar surat – surat Paulus dengan penafsiran harfiah yang memperhatikan konteks sejarah kitab – kitab tersebut. Colet mempengaruhi Erasmus, sehingga dia lebih banyak memerhatikan bahasa Yunani dan penafsiran Alkitab yang tepat. Colet juga terkenal dengan keinginannya mengubah kebiasaan kurang baik para rohaniawan. Dia menolak dengan tegas perdebatan skolastik kuno, dan menganjurkan penyelidikan Alkitab. Sampai meninggal dunia, Colet mungkin masih tetap seorang humanis di kalangan Gereja Roma katolik.[16]  
3.      Desiderius Erasmus (1466 – 1536)
Ia seorang imam Gereja Roma Katolik. Colet dan Eramus dijuluki sebagai “mata dari Jerman”. Eramus berharap agar Alkitab dapat dimiliki oleh setiap orang, dan diterjemahkan ke dalam semua bahasa. Erasmus mendekteksi kekurangan Gereja Roma Katolik dan menyerukan toleransi, tetapi ia ditolak. Erasmus tetap menjunjug tinggi otaritas gereja. Untungnya, ia adalah seorang penafsir yang memerhatikan makna historis dalam Alkitab, dan menjelaskan Alkitabdengan cara yang masuk akal.[17]  
2.5  Sejarah Perkembangan Penafsiran Alkitab Dalam Gereja  Reformasi
Dengan latar belakang Renaisans, dimulailah masa Reformasi. Para reformator terkenal dengan sikap mereka yang sangat menghormati Alkitab (Sola Scriptura). Bagi mereka, Alkitab menentukan apa yang harus diajarkan gereja. Alkitab adalah firman Allah yang tidak bersalah, yang memiliki otoritas tertinggi. Dengan demikian Alkitab sendiri yang akan menafsir Alkitab (Scriptura Scripturae Interpres). Mereka juga memegang prinsip semua pemahaman dan penjelasan Alktab haruslah dicocokkan dengan analogi iman, yaitu ajaran seragam yang berasal dari Alkitab ( Omnis Intellectus Ac Exposito Scripturae Interpresi ). Tokoh reformator ialah:
1.      Marthin Luther (1483 – 1516)
Beliau merupakan penafsir yang paling berpengaruh. Berikut ini adalah beberapa prinsip penafsirannya:
a.       Mengutamakan iman dan penerangan Roh Kudus. Seorang penafsir tidak boleh mengkritik Alkitab dengan rasionya yang hina, sebaliknya dia harus mencari makna Alkitab dengan berdoa dan bermeditasi.
b.      Alkitab memiliki otoritas tertinggi, yang lebih tinggi daripada gereja.
c.       Luther percaya, Alkitab dapat dimengerti dan isinya bersifat konsisten. Dia menolak penafsiran alegoris. Penafsir yang tepat harus berdasarkan bahasa asli Alkitab.
d.      Setiap orang Kristen dapat mengerti Alkitab tanpa pertolongan atau petunjuk gereja. Alkitab harus ditafsir berdasarkan Alkitab yaitu menafsir ayat yang kurang jelas berdasarkan ayat yang lebih jelas tanpa harus mengikuti tradisi lisan gereja.
e.       Kristus adalah pusat Alkitab. Setiap prinsip harus diuji membawa orang Kristen kepada Kristus.
f.       Penafsir perlu membedakan Taurat dan injil. Taurat berfungsi menunjukkan kesalahan mnusia, sedangkan Injil merupakan anugerah penyelamatan dan kuasa Allah. Seorang penafsir yang baik harus sanggup membedakan dua aktivitas Allah yang tidak sama ini.
Luther patut dipuji karena usahanya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman. Pekerjaan ini memakan waktu 12 tahun dan menuntut penafsiran analisis yang tepat. Luther terkenal dengan pengalaman rohaninya yang mengesankan. Dia sungguh seorang yang disiapkan untuk pekerjaan reformasi. Namun, Luther hanya menghormati Injil Yohannes, surat – surat Paulus dan 1 Petrus. Ia menunjukkan sikap yang kurang hormat kepada Surat Ibrani, Yakobus, dan Yudas.[18]


2.      Yohanes Calvin (1509 – 1564)
Calvin dinilai sebagai penafsir yang paling baik pada zaman reformasi. Ia orang pertama dalam sejarah gereja yang mampu menafsir Alkitab secara ilmiah. Tafsirannya hampir mencakup semua kitab, merupakan karya yang sangat bernilai. Luther adalah pelopor penafsiran yang baru, sedangkan Calvin pemakai penafsiran yang menjadi teladan. Bagi Calvin keunggulan penafsir terletak pada kemampuannya menyampaikan tafsiran dengan singkat dan jelas. Tugas utama seorang penafsir adalah memberi kesempatan kepada penulis Alkitab berbicara apa yang dia ingin sampaikan, bukan apa yang penafsir mengira bahwa dia seharusnya menyampaikan. Beberapa prinsip Calvin dapat diarngkumkan sebagai berikut:
a.       Penafsir perlu mengutamakan penerangan Roh Kudus. Kepandaian manusia tidak dapat menggantikan penenrangan-Nya.
b.      Calvin menolak sama sekali penafsiran alegoris. Bagi dia penafsiran ini merupakan alat yang dipakai setan untuk membawa manusia jatuh dari kebenaran Alkitab. Dia juga menolak penafsiran lain yang tidak mantap.
c.       Alkitab harus ditafsir berdasarkan Alkitab. Seorang penafsir harus memperhatikan tata bahasa, konteks, dan lain – lain dari bagian Alkitab yang ingin ditafsir.
d.      Calvin sangat berhati – hati dalam penafsiran nubuat tentang Mesias. Penafsri perlu memperhatikan latar belakang historis nubuat tersebut.
e.       Calvin sangat menghormati Alkitab, kitab yang diilhamkan Allah. Dengan sikap seperti ini, ia tetap memperhatikan perbedaan gaya bahasa atau kesastraan yang ditunjukkan masing – masing penulis Alkitab.
Calvin dipuji karena tafsirannya menjelaskan Alkitab dengan hidup. Dia benar – benar menyelami jiwa penulis Alkitab. Ia mampu menarik kesimpulan khusus dan ajaran umum. Tafsirannya singkat dan jelas. Ia memahami Alkitab berdasarkan makna harfiah. Calvin juga menaruh perhatian kepada konteks bagian Alkitab yang ditafsirnya serta tujuan penulisan kitab.  Namun, calvin masih membuat keslaahn dalam penafsiran makna kata dan sinstaksis.[19]

3.      Philip Melanchton
Melanchton memberi sumbangan penafsiran tentang kebebasan. Kebebasan dalam pikiran manusia dikaruniakan Tuhan kesanggupan dalam kebebasan. Latar belakangnya yang humanism turut mempengaruhinya menentang keras kekuasaan Katolik Roma sebagai badan yang berwenang atau berkuasa atas firman Tuhan (Alkitab). Ia mencurahkan perhatiannya kepada studi bahasa Yunani demi memajukan penelitian terhadap Alkitab.
4.      Zwingly
Zwingly memulai pembaharuan gereja melalui seminar PL di Zurick (1525). Ia dan kawan – kawannya berusaha menafsirkan kitab – kitab PL. ciri khas Zwingli dalam penafsirannya ialah Eksegese, humanistis, spritualistis, dan social politis. Menurutnya, adanya firman Allah dalam Alkitab adalah karena kekuasaan Roh Kudus.[20]
III.             KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah penafsiran pada abad pertengahan memberikan ajaran penafsiran yang alegoris dan harafiah. Dan bahkan pada masa itu Gereja Roma Khatolik lebih terlihat kekuasaannya dalam menjelaskan makna dibanding Alkitab. Mereka juga lebih menghormati bapa – bapa gereja, sehingga mereka lebih menafsirkan tulisan – tulisan bapa – bapa gereja dibandingkan Alkiab. Padahal Alkitab sendirilah yang harus menjadi pondasi dan poros penafsiran. Namun, meskipun ada beberapa tokoh yang setuju terhadap penafsiran itu seperti Thomas Aquinas (1225 – 1274), Hugo dari St. Victor (1096 – 1141) dan Bernardus dari Clairvaux (1090 – 1153). Ada juga yang mulai tidak menyukai penafisran alegoris dan pendapat bapa – bapa gereja seperti Nicholas dari Lyra (1279 – 1340), dan Richardus dari St. Victor (kira – kira 1123 – 1173). Penafsiran mereka dipengaruhi aliran mistis.
Dalam zaman masa Renaisans yaitu masa penuh perubahan. Disinilah penyelidikan penafsiran reformasi dimulai. Meskipun begitu, para tokoh pada masa itu masih terkait dengan penafsiran alegoris seperti Yohanes Reuchlin (1455-1522), namun ia ia merupakan pelopor penyelidkan bahasa ibrani dan secara tidak ia menyiapkan tokoh reformator seperti Melanchton. Yohanes Colet juga masih berkaitan dengan penafsiran alegori dan mengajarkan dengan panfasiran harafiah, namun ia bisa mengubah kebiasaan kurang baik para rohaniwan. Dan Erasmus yang pada masa itu ialah seorang tokoh yang tidak berkaitan dengan penafsiran alegoris tetapi pada penafsiran historis, ia menjelaskan Alkitab dengan masuk akal dan bahkan mendekteksi kekurangan Gereja Roma Khatolik.
Pada zaman reformasi disinilah didapati para reformator terkenal dengan sikap mereka yang menghormati Alkitab (Sola Scriptura). Mereka juga memegang prinsip dan pemahaman serta penjelasan Alkitab yang dicocokkan dengan analogi iman, yaitu ajaran berasal dari Alkitab. Tokoh yang sangat berpengaruh ialah Luther. Ia berpendapat dalam penafsiran Alkitab harus berpusat kepada Kristus dan mengutamakan iman dan penerangan Roh Kudus, tanpa mengkritik Alkitab dengan rasio yang hina. Karena Alkitab memiliki otoritas tertinggi. Namun, meskipun dia menolak dengan tegas tentang penafsiran alegoris, ia tetap belum sama sekali meninggalkan penafsiran alegoris, sehingga ia dikritik. Lalu tokoh Calvin seorang penafsir pertama dalam sejarah gereja yang sanggup menfasirkan Alkitab secara Ilmiah. Meski hampir bersamaan dengan Luther perlu mengutamakan penerapan Roh Kudus, Calvin lebih menerapkan teorinya dengan konsisten dibandingkan dengan Luther. Alkitab harus ditafsir dengan Alkitab dan ia mampu menyelami jiwa penulis Alkitab, tafsirannya singkat tapi jelas dan ia menaruh tujuan penulisan Alkitab. Melancthon memakai penafsiran kebebasan, ia menentang keras kekuasaan Katolik Roma sebagai badan yang berwenang atau berkuasa atas firman Tuhan (Alkitab).  dan Zwingly penafsirannya ialah Eksegese, humanistis, spritualistis, dan social politis. Menurutnya, adanya firman Allah dalam Alkitab adalah karena kekuasaan Roh Kudus.
IV.             DAFTAR PUSTAKA
Poerwardiminta, W. J. S., KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Sproul, R.C., Pengenalan Alkitab, Malang: Siminari Alkitab Asia Tenggara, 1994.
Maitimoe, metode Penelahaan Alkitab, Jakarta: BPK – GM, 2009.
Munthe, Pardomuan, Rekaman catatan, Rabu, 4 september 2013, pkl. 13.00 WIB
Sutanto, Hasan, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab, Malang: Literatur, 2007.
Haritonang, Jan, Sihar, Sejarah Reformasi, Bandung: Jurnal Info Media, 2007.



[1] W. J. S. Poerwardiminta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 228.
[2] R.C. Sproul, Pengenalan Alkitab, (Malang: Siminari Alkitab Asia Tenggara, 1994), 102.
[3] Maitimoe, metode Penelahaan Alkitab, (Jakarta: BPK – GM, 2009), 18.
[4] Pardomuan Munthe, Rekaman catatan, (Rabu, 4 september 2013, pkl. 13.00 WIB)
[5] Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab, (Malang: Literatur, 2007), 3-5.
[6] Ibid, 6-7.
[7] Ibid, 8-9.
[8]H.Rothlisberger, Homilitika, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 41.
[9]Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,141.
[10]Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,, 141-143.
[11]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,, 143 – 145.
[12] Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,145 – 146.
[13] Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,, 146.
[14]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,, 146 – 147.
[15]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab, 148.
[16]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab, 149.
[17]Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,150.
[18] Hasan Sutanto, Hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,151 – 152.
[19] Hasan Sutanto, hermeneutic: prinsip & metode penafsiran Alkitab,153 – 154.
[20] Jan Sihar Haritonang, Sejarah Reformasi, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 50 - 52.

1 komentar:

  1. Harrah's Philadelphia Casino & Racetrack - MJH Hub
    HARRAH'S Philadelphia Casino & Racetrack Located sporting100 in the 안성 출장마사지 heart of the Philadelphia 제천 출장마사지 waterfront, Harrah's Philadelphia Casino 부산광역 출장안마 & 충주 출장샵 Racetrack provides over 300 games and

    BalasHapus